Mataram (ANTARA) - Peter Gabriel adalah seorang musisi pentingnya Band Genesis yang kesohor. Namun pada sekitar tahun 1980-an dia memutuskan mengalihkan fokusnya pada ranah World Music bersinggungan dengan pergaulan musik etnik, tradisi, modern, dan berbagai formasi Musik Hibrida dari seluruh dunia.
Sebenarnya di Indonesia pun sejak era 1980-an sudah banyak musisi dan kekaryaan yang mengarah ke dalam usaha menemukan titik temu antara musik barat modern dan materi musik etnik nusantara dari masa lalu. Baik yang berangkat dari genre Rock, Jazz dan lain-lain.
Bahkan pada masa ini pernah ada satu program musik di salah satu Stasiun Televisi yang melabelkan khusus acaranya dengan sebutan Musik Dua Warna.
Kita pernah dengar nama Krakatau Band, Guruh Soekarno Putra, Leo Kristi serta beberapa nama lainnya yang ada kecenderungan melakoni format ini dalam menyajikan karyanya.
Di era milenium ini semakin banyak formasi Musik sejenis World Music yang berkembang. Sekalipun tidaklah sepopuler jenis atau genre musik yang sudah mengakar di selera masyarakat banyak seperti Pop, Rock, Jazz dll.Golongan World Music ini tetap hidup dan gelisah di ranah nya di seantero pelosok bumi.
Di mancanegara kuat mengenal ada Kelompok Oregon yang intens melakukan eksplorasi genre ini. Di Afrika kita bisa menikmati karya Yossou 'Ndour atau Khaled dari Perancis/ Aljazair yang sudah dekat dengan masyarakatnya menjadikan karyanya sebagai Musik Populer yang diwarnai dengan karakter Etnisitas yang kental.
Selain Krakatau Band, di Indonesia ada nama, Vicky Sianipar, Belawan, Efiq Zulfiqar , Rizal Hadi , Karinding Attack dan lain-lain.
Di NTB tak ketinggalan memiliki juga semangat yang sama. Pada awal milenium pernah ada sebuah proses Musikalisasi puisi yang dilakukan oleh Arwan dkk dari Lombok yang dipentaskan di Taman Budaya NTB mempertemukan sekehe Gamelan dengan combo band modern.
Di Sumbawa pun sudah dimulai dirintis oleh Sanggar Lonto Enggal Hery Musbiawan dkk. Di Mataram pun pada era awal milenium sudah ada banyak proses berkarya yang dekat dengan ciri karakter World Music maupun semacamnya yang dilakoni oleh seorang Perupa. Yaitu Mantra Ardhana dengan Suara Mantra-nya.
Dari akar genre Jazz hadir Sura Dipa yang konsisten me-release album Musik yang lebih khusus menajamkan paduan karakter Bali, Lombok dan lain-lain sekaligus membuat pergerakan Komunitas Kanak Jazz serta blog penulisan Coretan Musik.
Pada 2007, ArJul sempat diberi kesempatan oleh Taman Budaya NTB untuk meng-eksperimentasi Musik Cilokaq yg khas nya Musik Rakyat yang hidup di tengah masyarakat desa di Lombok.
Pada akhirnya lahirlah, KETIKA CILOKAQ MENEMBUS ABAD, yaitu sebuah album kompilasi karya eksperimen Musik Cilokaq bersama Oon PeHa, Qudus El juga melibatkan kontribusi tokoh Cilokaq (Alm) pak Wira dkk dari Jelantik Lombok Tengah serta Sahrama dkk dari Lombok Timur.
Menjelang pandemi COVID-19 muncul sebuah semangat Yuga Anggana bersama Komunitas ErKaEm menggagas sebuah sequel program pentas MUSIKA HIBRIDA yang berhasil mementaskan Kelompok Musik SADI yang terdiri dari Joy Zhang, Gde Agus Mega Saputra, Syahrul Barak, Mas Adi & bli Gede "Saharaja".
Lalu disusul oleh Suradipa & Friends lewat Healing Music nya. Dan yang ketiga adalah pentas Musika Hibrida yang mencoba menghadirkan sebuah karakter baru dari Musik Cilokaq nya Zhero To Heroez, Edi Kuta Lombok, Ojan Jelantik dkk.
Nah, akhirnya pada beberapa waktu kemarin ada kejutan baru dari sebuah band bernama Bhavana Bhavana yang melesat cepat memunculkan sebuah tawaran karakter entah Dua Warna atau World Music entah apapun istilah genre-nya.
Kelompok ini terdiri dari Chandra Irawan Olenk pada double neck guitar, mas Anto pada kendang Sunda, Kaisar pada Bass, bli Gde Bagus pada alat Tradisi termasuk suling serta Annya pada vokal dan keyboard.
Kelompok ini sempat diundang tampil pada sebuah program Musik yang memberi kesempatan bagi Bhavana untuk tampil khusus di sekitar Candi Borobudur pada tahun 2022 kemarin.
"Negeri Kita" adalah sebuah nomor utama karya dari Bhavana yang kemudian disusul dengan me-release single yang berjudul TIME & REFLECTION.
Proses perjalanan musikal
Sebuah proses perjalanan musikal yang dilakoni BHAVANA sebenarnya sudah pula coba dieksplor oleh banyak pelaku musik sejak dulu. Banyak elemen alat musik, cara memainkan ataupun penelusuran sisi filisofi sebuah Kebudayaan yang terus berkembang dan tak pernah berhenti melakukan pencarian titik temu antar waktu.
Bahkan proses pencarian titik temu dari berbagai persinggungan antar budaya yang berbeda bangsa ini bagi kita sudah dimulai paling tidak sejak jaman Hindia Belanda. Bayangkan ketika itu pada sekitar tahun 1889, pemerintah Hindia Belanda saat itu memutuskan mengirim sebuah rombongan pemain Gamelan Sunda yang bernama Sari Oneng dari desa Parakan Salak Sukabumi.
Rombongan ini dikirim dalam rangka memperingati 100 tahun Revolusi Perancis dan menjadi bagian dari pesta peresmian berdirinya MENARA EIFFEL di Paris.
Pernah disinggung oleh almarhum Profesor Slamet Abdul Sjukur menyatakan bahwa gara- gara hadirnya Bunyi Gamelan Sari Oneng yang dirasakan asing tapi eksotis tersebut membuat seorang komponis Perancis, Claude Debussy terinspirasi menulis karya musiknya.
Diantaranya adalah sebuah komposisi yang berjudul "PAGODES" yang terbit bersama Estampes 1903 adalah karya dari Debussy yang terpengaruh oleh Bunyi Gamelan tersebut.
Maka dari itu proses saling mempengaruhi tersebut tidak menutup kemungkinan memunculkan banyak hal baru yang dibutuhkan sebagai refleksi dari sebuah kenyataan bahwa karya Seni tak akan pernah berhenti berkembang di satu masa.
Kesenian, termasuk musik yang digarap oleh Bhavana sudah semestinya tidak berhenti. Sebab pertemuan rasa di setiap masa atau waktu memiliki Kadar yang berbeda.
Sangat diyakini perjalanan Bhavana pada beberapa fase ke depan tentu akan memiliki kegelisahan yang berbeda sesuai dengan situasi saat itu karena bumi ini berputar tetap hidup menghidupkan juga musik-musik yang tengah dilantunkan dimanapun berkisah tentang masa lalu yang kemudian disesuaikan dengan zaman kekinian.
Bhavana semoga masih ingin terus berproses mencoba menemukan kelemahan yang kemudian disempurnakan dengan akan munculnya karya- karya selanjutnya seperti juga kegelisahan Olenk yang sangat terinspirasi oleh semangat Peter Gabriel dan Mike Stern dan siapapun.
Di bawah ini adalah sebuah sajian Musik Bhavana yang hendak menawarkan sebuah semangat untuk mengingatkan generasi muda Indonesia tidak melupakan pentingnya melakukan belajar, serta proses penggalian nilai luhur Musik Tradisi yang juga mampu hadir berdialog bersama kekinian lewat alat musik mutakhir.
Penulis:
Ary Juliyant (Pelaku musik di Lombok dan Penggagas Konser Gerilya)
Sekadar Catatan Ary Juliyant: Bhavana dan Fenomena Dua Warna
untuk mengingatkan generasi muda Indonesia tidak melupakan pentingnya melakukan belajar, serta proses penggalian nilai luhur Musik Tradisi