Mataram, (Antara) - Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, bersikeras mempertahankan peraturan bupati yang membolehkan pegawai negeri sipil melakukan poligami, meskipun Kementerian Dalam Negeri menentang hal itu.
Wakil Bupati Lombok Timur, Khairul Warisin di Lombok Timur, Selasa, menyatakan pemungutan uang senilai Rp1 juta sebagai biaya retribusi yang harus dikeluarkan oleh PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur yang akan melakukan poligami, tetap diberlakukan.
Sebab, kata dia, uang poligami sebesar Rp1 juta itu, dimaksudkan sebagai biaya denda yang harus dikeluarkan bagi para PNS yang tetap nekad untuk menikah kembali. Arti kata uang itu, bukan dimaksudkan untuk semata menghimpun dana guna menambah pendapatan asli daerah (PAD), melainkan untuk membuat efek jera.
"Jadi biaya sebesar Rp1 juta itu murni sebagai denda kepada PNS yang akan menikah lagi," katanya.
Ia menjelaskan, apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur tersebut, sebenarnya sudah sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Karena, Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 26 Tahun 2014 sudah sejalan dengan pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang sumber pendapatan asli daerah lainnya yang sah.
Oleh karenanya, orang nomor dua di Pemkab Lombok Timur itu menegaskan, biaya Rp1 juta yang harus dikenakan kepada PNS yang menikah lagi, merupakan persyaratan terakhir setelah semua ketentuan lainnya dipenuhi.
"Uang itu kita kenakan sebagai denda, untuk memberatkan supaya PNS yang ada tidak menggampangkan melakukan poligami," tegasnya.
Menurut dia, apa yang dilakukan Pemkab Lombok Timur, tidak lain dimaksudkan semata-mata untuk mencegah agar para PNS tidak berpoligami. Hanya saja karena peraturan tersebut tidak dibaca secara utuh dan runtut, sehingga membuat seolah-olah aturan itu dianggap keliru dan bertentangan dengan undang-undang," sesalnya.
Namun meski ditentang banyak pihak, termasuk Kementerian Dalam Negeri, pihaknya bersikukuh tidak akan mencabut Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 26 Tahun 2014 tersebut.
"Kami akan tetap lanjutkan, jadi tidak ada alasan Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan itu," ujarnya.
Selain itu, ia juga sangat menyayangkan jika hanya Kabupaten Lombok Timur yang menjadi sasaran, sebab di kabupaten/kota lain justru juga menerapkan peraturan yang sama, meskipun dirinya tidak menyebutkan daerah mana yang dimaksud.
"Kita ini memiliki jumlah penduduk yang terbesar di NTB, tetapi jumlah poligaminya cukup kecil. Tetapi ini bukan soal banyak dan tidak banyak poligami. Namun, kita justru ingin mencegah supaya PNS tidak kawin lagi," kata Khairul Warisin.