Ambon (ANTARA) - Pakar.pertanian Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Maluku, mengingatkan dampak fenomena El Nino dan La Nina bagi pertanian dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan tanaman hingga gagal panen. "El Nino dan La Nina itu merupakan fenomena peningkatan atau penurunan suhu normal di suatu wilayah setiap 30 tahun," ujar dosen Fakultas Pertanian Unpatti Samuel Laimeheriwa M.Si di Ambon, Jumat.
Ia mengatakan agar mudah dipahami biasanya masyarakat menyebut El Nino sebagai musim kering dan La Nina sebagai musim basah. "Biasanya ketika fenomena El Nino terjadi maka tanah akan kekurangan air hingga 80 persen. Sebaliknya ketika La Nina terjadi maka tanah akan kelebihan air hingga 40 persen," katanya.
Kedua hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif pada kesuburan tanah dan kesehatan tanaman. Sementara itu Akademisi Unpatti lainnya Elia Leonard Madubun M.Si mengatakan fenomena El Nino dan La Nina berpengaruh pada tiga jenis pola hujan di Indonesia termasuk Maluku, yakni Muson, Equatoria.dan lokal.
"Yang paling sering terpengaruh adalah wilayah dengan pola hujan Muson, di Maluku sendiri ada beberapa wilayah seperti Seram Utara, Buru dan Aru," ungkapnya.
Adapun dampak langsung di bidang pertanian yakni gangguan pertumbuhan dan produksi tanaman, pergeseran musim tanam dan musim tanam yang lebih pendek.
Akibatnya dapat membuat produksi petani menurun hingga menyebabkan gagal panen dalam jumlah yang besar. "Contohnya seperti pada 2015 di Maluku karena El Nino ekstrem itu sampai menyebabkan kebakaran lahan dan gagal panen di mana-mana," kata dia.
Fenomena El Nino sendiri terjadi ketika kolam panas (laut) yang ada di bagian tengah-barat, dekat Papua, bergeser ke bagian timur Samudera Pasifik, dekat Peru. Fenomena itu membuat suhu udara di bagian barat (Papua) menjadi rendah, dan tekanan udaranya tinggi. Sebaliknya, di bagian timur (dekat Peru), suhunya meningkat dan tekanan udaranya rendah. Sementara sebaliknya untuk fenomena La Nina
Penyebab terjadinya El Nino dan La Nina adalah interaksi antara laut dan atmosfer di atasnya. Laut yang dimaksud adalah kolam panas, dan atmosfer di atasnya adalah suhu, tekanan udara, sampai awan yang terbentuk.
Jadi, perubahan pada atmosfer di atasnya akan mempengaruhi kekuatan angin pasang yang datang. Sehingga, cuaca atau pola hujan di wilayah itu juga terpengaruh. Sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau 2023 akan tiba lebih awal dari sebelumnya.
Selain itu, curah hujan yang turun selama musim kemarau diprediksi akan normal hingga lebih kering dibandingkan biasanya. Adapun puncak musim kemarau 2023 diprediksi terjadi pada Agustus 2023.
Baca juga: Kebutuhan cairan tubuh anak naik 10 persen ketika cuaca ekstrem
Baca juga: Produksi garam NTB menurun pengaruh cuaca ekstrem
Dijelaskan, wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal pada bulan April mendatang meliputi Bali, NTB, NTT, sebagian besar Jawa Timur. Sedangkan wilayah yang memasuki musim kemarau pada bulan Mei meliputi sebagian besar Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, Papua bagian selatan. Sementara itu sebagian besar wilayah Maluku sendiri saat ini tengah mengalami curah hujan yang tinggi ditandai dengan angin kencang dan hujan hingga menyebabkan banjir pada beberapa titik di Kota Ambon khususnya.
Berita Terkait
UPAP melarang pelayaran kapal cepat ke Kepulauan Seribu
Kamis, 5 Desember 2024 20:20
Masyarakat NTB diminta waspadai cuaca buruk akibat sirkulasi siklonik
Kamis, 28 November 2024 14:16
Nelayan NTB diminta waspadai gelombang tinggi capai 2,5 meter
Kamis, 28 November 2024 12:02
Hujan berpotensi guyur NTB selama sepekan
Kamis, 28 November 2024 10:42
Hari Sabtu, kualitas udara DKI jadi keempat terburuk dunia
Sabtu, 4 Mei 2024 8:12
Race 2 ARRC Sirkuit Zhuhai dibatalkan cuaca buruk
Minggu, 21 April 2024 18:37
BMKG peringatkan potensi hujan lebat hari ini
Minggu, 24 Maret 2024 7:12
Tiga jam arungi lautan, PLN NTB bergerak pulihkan sistem kelistrikan Sebotok
Kamis, 21 Maret 2024 19:03