Kejari Mataram menggandeng LKPP perkuat bukti kasus kontrak advokasi BLUD RSUD Lombok Utara

id BLUD RSUD Lombok Utara,Jasa advokasi BLUD RSUD Lombok Utara,Kejari Mataram,Lombok Utara

Kejari Mataram menggandeng LKPP perkuat bukti kasus kontrak advokasi BLUD RSUD Lombok Utara

Arsip foto-Kantor Kejari Mataram. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat menggandeng lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah (LKPP) untuk memperkuat bukti tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan penyimpangan pada kontrak kerja untuk jasa advokasi pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Lombok Utara.

"Penyidik menggandeng LKPP untuk memastikan apakah kontrak kerja untuk kegiatan advokasi ini masuk dalam pengadaan barang dan jasa atau tidak," kata Pelaksana Harian (Plh.) Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Bustomi Arifin di Mataram, Senin.

Menurutnya, keterangan ahli untuk memastikan hal tersebut penting menjadi salah satu alat bukti yang akan menguatkan adanya dugaan tindak pidana korupsi.

"Karena perjanjian kerja sama dengan advokat itu dibayar setiap bulan melalui pengadaan barang dan jasa. Itu boleh tidak, kalau dinyatakan tidak boleh, berarti (kerugian) total loss," ujarnya.

Penghitungan kerugian pun, jelas dia, dapat dihitung dari pengeluaran daerah per bulan yang dibayarkan kepada pihak advokat tersebut.



"Jadi, soal itu (kerugian) bisa kami hitung sendiri dari pembayaran tiap bulan dan sudah berapa lama berjalan," ucap dia.

Kejaksaan menangani kasus ini karena adanya dugaan pengeluaran anggaran daerah yang tidak sesuai aturan.

Aturan tersebut terkait kontrak kerja untuk jasa advokasi pada BLUD RSUD Lombok Utara yang diduga tanpa melalui persetujuan bupati.

Pada saat proses penyelidikan berlangsung, jaksa mengungkap adanya dugaan bahwa kontrak kerja untuk jasa advokasi itu ditentukan sendiri oleh pihak manajemen BLUD dengan menunjuk langsung advokat secara perorangan.

Kontrak kerja untuk jasa advokasi pada BLUD RSUD Lombok Utara yang diduga bermasalah tersebut berlangsung dalam periode 2016 sampai 2021.

Oknum pengacara yang bertindak sebagai pelaksana jasa advokasi BLUD RSUD Lombok Utara pun diduga menerima pembayaran Rp12,5 juta per bulan.

Jika dikalkulasikan dalam periode enam tahun terakhir, pemerintah diduga telah rugi membayar jasa advokasi senilai Rp900 juta.