PSDKP Labuhan Lombok Limpahkan Kasus Potas Lobster

id psdkp lombok

PSDKP Labuhan Lombok Limpahkan Kasus Potas Lobster

Kepala Satker PSDKP KKP Labuhan Lombok Mubarak, Kamis, menunjukan barang bukti berupa bongkahan potasium yang dikemas dalam plastik putih, diduga bahan kimia berbahaya itu digunakan para tersangka untuk menangkap lobster di sekitar perairan Gili Saya

"Sesuai dengan hasil laboratorium, barang bukti yang ditemukan berupa bongkahan potasium itu mengandung 42,5 persen bahan kimia jenis sianida. Termasuk juga lobster hasil tangkapannya,"
Mataram, (Antara NTB) - Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Labuhan Lombok, Nusa Tenggara Barat, Kamis, melimpahkan kasus penangkapan lobster menggunakan serbuk potasium di sekitar perairan Gili Sayak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.

"Saat ini pelaksanaan tahap duanya, pelimpahan para tersangka dan barang buktinya," kata Kepala Satker PSDKP KKP Labuhan Lombok Mubarak," usai melimpahkan lima tersangka di Kejaksaan Tinggi NTB, Kamis.

Proses pelimpahan tersangka dan barang bukti itu, langsung dilaksanakan di ruang Pidana Umum Kejati NTB, oleh jaksa Ira Maya. Tersangka yang pertama kali dipanggil untuk meneliti kembali berkas perkaranya, yakni SU, si "juragan" nelayan lobster asal Teluk Awang, Kabupaten Lombok Tengah.

Selain SU, empat tersangka lain yang diketahui hanya bertugas sebagai anak buah kapal (ABK) yakni, SD (25), SA (20), AY (30), dan TA (19), juga ikut diperiksa, guna meneliti hasil berita acara pemeriksaan (BAP) sebelumnya.

Untuk barang buktinya, berupa satu plastik potasium yang berbentuk bongkahan kristal putih, satu unit kompresor, mesin tempel, lima ekor lobster, dan sebuah perahu yang panjangnya mencapai sembilan meter.

"Seluruh barang bukti kita limpahkan, kecuali perahunya, kita titipkan sementara di laut," ujarnya.

Adapun bukti kuat yang menyeret ke lima tersangka ini sampai ke tangan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati NTB, yakni hasil uji laboratorium yang dilakukan dengan pihak swasta di Surabaya, tepatnya PT Angler Bio Chem Lab.

"Sesuai dengan hasil laboratorium, barang bukti yang ditemukan berupa bongkahan potasium itu mengandung 42,5 persen bahan kimia jenis sianida. Termasuk juga lobster hasil tangkapannya," ucap Mubarak.

Untuk lobster, kata dia, tim uji laboratorium menerangkan bahwa kulit dan dagingnya terkandung bahan kimia jenis sianida. "Untuk di dagingnya terkandung 25,6 miligram perkilogram, sedangkan pada kulitnya 8,74 miligram perkilogram," katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa terbongkarnya modus penangkapan lobster menggunakan potasium itu, adalah hasil kerja keras pengawas kelautan dan perikanan DKP NTB yang bekerjasama dengan Direktorat Polisi Perairan (Ditpolair) NTB dan Angkatan laut (Lanal) Mataram pada Desember 2015.

Sementara itu, menurut pengakuan salah satu tersangka, yakni TA, mengatakan bahwa dirinya bersama empat tersangka lain terpaksa menangkap lobster dengan cara memberikan potasium.

"Karena kondisi cuaca saat itu buruk, jadi tidak memungkinkan menangkap ikan menggunakan pancing, dengan terpaksa kami menangkap lobster menggunakan potasium. Kalau tidak begitu, mau dapat makan dari mana," kata pria yang mengaku baru berkeluarga itu.

Terkait dengan larangan pemerintah untuk tidak menangkap ikan atau pun lobster di laut menggunakan bahan kimia berbahaya seperti potasium itu, TA mengaku tidak mengetahuinya.

"Kami sebenarnya tidak tahu kalau ada larangan itu, pemerintah tidak pernah menyampaikan kepada kami sebelumnya," ucap TA.

Akibat perbuatannya, kini ke lima tersangka terancam dijerat hukuman sepuluh tahun penjara, sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 31/2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU No 45/2009 tentang tentang Perikanan.(*)