Mataram (ANTARA) - Jaksa penuntut umum menelusuri pinjaman uang Rp137,5 juta dari Sentot Ismudiyanto Kuncoro sebagai Syahbandar Pelabuhan Kayangan kepada Direktur PT Muara Delta Kayangan (MDK), Rosmawati, pemilik perusahaan bongkar muat tambang di Pelabuhan Kayangan, Kabupaten Lombok Timur, NTB.
"Ini ada uang yang ditransfer baik oleh Suharmaji, bawahan saudara di Pelabuhan Kayangan dan istrinya, Rosmawati. Itu totalnya Rp137,5 juta. Itu uang apa?" tanya Hasan Basri mewakili jaksa penuntut umum kepada Sentot yang hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi tambang pasir besi PT AMG dengan terdakwa Muhammad Husni, Zainal Abidin, dan Syamsul Makrif di Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.
"Itu pinjaman pribadi dan sudah dikembalikan," jawab Sentot.
"Kalau sudah dikembalikan, tetapi tidak ada transaksi di rekening saudara yang menandakan itu pengembalian dari pinjaman. Pengembaliannya bagaimana?" tanya kembali jaksa.
Sentot menjawab hal tersebut dengan menyatakan dirinya mengembalikan secara tunai dan melakukan pembayaran secara bertahap.
"Saya cicil bayarnya, ada uang Rp10 juta, saya kasih, begitu," ujar Sentot.
"Kalau lihat rentang waktunya, ini kiriman dari Suharmaji dan Rosmawati periode 2021 sampai akhir 2022 bersamaan ketika proses pengapalan PT AMG berjalan. Apakah ini ada hubungan dengan menerbitkan surat persetujuan berlayar yang belum memenuhi syarat LHV (laporan hasil verifikasi) dan pembayaran royalti?" tanya jaksa dan dijawab singkat oleh Sentot dengan menyatakan tidak ada.
Ketua majelis hakim Mukhlassuddin mendengar hal tersebut langsung memotong kesempatan jaksa penuntut umum bertanya kepada Sentot.
"Itu berapa kali transaksi itu, ada 32 kali?" kata Mukhlassuddin.
Setelah memeriksa kembali bukti dan berita acara pemeriksaan terungkap Sentot menerima uang dengan total Rp137,5 juta itu dalam 13 kali pengiriman.
Saksi dalam perkara ini merupakan Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan yang sekaligus mengemban amanah sebagai syahbandar. Dia mengemban jabatan tersebut sejak akhir Tahun 2020 hingga medio 2023.
Suharmaji disebut jaksa merupakan perwira jaga yang bertugas di Pelabuhan Kayangan. Sedangkan, Rosmawati merupakan istri dari Suharmaji yang sekaligus direktur perusahaan bongkar muat untuk material tambang PT AMG periode 2021 dan 2022.
Selain sebagai direktur PT MDK, Rosmawati juga merupakan direktur salah satu perusahaan keagenan kapal yang berada di kawasan Pelabuhan Kayangan. Perusahaan keagenan kapal milik Rosmawati bernama PT Fitra Muara Kayangan (FMK).
Dua perusahaan milik Rosmawati tercatat dalam berkas perkara sebagai pihak yang mengurus pengapalan material tambang PT AMG sepanjang tahun 2021 sampai 2022.
Atas pengajuan surat persetujuan berlayar (SPB) dari perusahaan milik Rosmawati, PT AMG dapat melakukan pengapalan material tambang tanpa kelengkapan LHV dan bukti pembayaran royalti sesuai syarat pengapalan untuk komoditas tambang mineral dan batubara (minerba).
Syarat itu digantikan dengan surat pernyataan dari PT AMG yang mendapatkan pengesahan Kepala Dinas ESDM NTB. Menurut jaksa penuntut umum, syarat pengganti itu telah bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 82 Tahun 2014 tentang tata Cara Penerbitan SPB.
Baca juga: Jaksa agendakan eksekusi penahanan mantan Kadisos Bima
Baca juga: Syahbandar Pelabuhan Kayangan NTB mengakui surat pernyataan AMG jadi dasar penerbitan SPB
Karena syarat untuk penerbitan SPB material tambang minerba kini harus merujuk Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 7 Tahun 2020 yang mengatur soal kewenangan dalam operasi penambangan harus dilengkapi dengan persetujuan rencana kegiatan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM RI.