Usulan harga patokan BBL dihitung berdasarkan biaya produksi

id Harga BBL, Benih bening lobster, kkp, lobster, benih lobster, pdspkp, budi sulistiyo

Usulan harga patokan BBL dihitung berdasarkan biaya produksi

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Budi Sulistiyo saat ditemui di Jakarta, Jumat (17/2/2024). ANTARA/ (Sinta Ambar)

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan, harga patokan terendah benih bening lobster (BBL) yang diusulkan KKP sebesar Rp8.500, salah satunya berdasarkan survei biaya produksi yang dilakukan terhadap penangkap atau produsen pertama.
 
“Kemarin kami melakukan pendekatan survei, lokasi, untuk melihat penangkap (produsen pertama), dihitung berdasarkan UMR, pendapatan, pengeluaran pasti, modal peralatan hingga modal operasional,” ujar Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Budi Sulistiyo di Jakarta, Jumat.
 
Ia memaparkan, dalam mematok harga BBL merujuk pada empat kategori utama meliputi permintaan, biaya, persaingan dan laba.
  Adapun metode yang digunakan untuk menetapkan harga patokan terendah BBL jenis Puerulus ini menggunakan metode penetapan harga berdasarkan biaya produksi, yaitu biaya tetap produksi dan biaya variabel produksi.
 
Lebih lanjut, biaya tetap produksi dihitung dari nilai penyusutan investasi berdasarkan umur teknis, meliputi keramba, perahu, mesin perahu, lampu, genset, dan lainnya, sedangkan biaya variabel produksi meliputi biaya BBM, perbekalan, dan pemeliharaan alat.
 
Untuk menghitung harga patokan terendah, tambah dia, juga perlu diketahui jumlah produksi yang dihasilkan oleh setiap nelayan, sehingga dapat dihitung Harga Pokok Produksi (HPP) dari BBL yang dihasilkan.

Harga jual terendah ini juga memperhitungkan komponen Upah Minimum Regional (UMR) setempat sebagai pembanding sehingga tidak terjadi kesenjangan yang signifikan. Meski telah diusulkan KKP, hingga kini upaya konsultasi publik dalam memastikan harga terendah BBL masih terus berlanjut sehingga tujuan utama dalam melindungi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan penangkap BBL diharapkan dapat terealisasi.

“Jadi sebetulnya bagaimana melindungi masyarakat kebutuhan minimalnya itu terlindungi, karena hidupnya kan dari situ,” katanya.

Baca juga: Ministry develops area-based modeling to boost aquaculture exports
Baca juga: KKP fokus kembangkan pengawasan melalui teknologi satelit
 
KKP hingga kini sedang merancang peraturan mengenai penangkapan, pembudidayaan dan pengelolaan lobster, kepiting dan rajungan (LKR) yang akan menggantikan Permen Kelautan dan Perikanan nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan LKR di WPPNRI yang telah diubah dengan Permen KP Nomor 16 Tahun 2022 dan saat ini masih dalam proses menunggu pembahasan harmonisasi.