Kementan identifikasi sejumlah penyebab produksi padi kurang optimal

id Kementan,Pertanian,Mentan

Kementan identifikasi sejumlah penyebab produksi padi kurang optimal

Tangkapan layar - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman (kanan) dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Gedung Parlemen Jakarta, Rabu (13/3/2024). ANTARA/Harianto

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) mengidentifikasi sejumlah faktor yang menyebabkan produksi padi dalam negeri   kurang optimal, di antaranya menurunnya luas lahan tanam.
 

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), luas tanam padi selama masa tanam 2024 mengalami penurunan signifikan sebesar 1,9 juta hektare atau 26,2 persen dibanding pada 2023.

“Data BPS menunjukkan bahwa luas tanam padi selama masa tanam 2024 mengalami penurunan 1,9 juta hektare atau 26,2 persen dibanding tahun sebelumnya,” kata Amran secara virtual dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Gedung Parlemen Jakarta, Rabu.

Dia menerangkan penurunan luas tanam tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain penurunan volume pupuk bersubsidi yang mencapai 4,7 juta ton atau 70 persen dari alokasi tahun sebelumnya.

Selain itu, tidak semua petani mendapatkan akses pupuk, dan fenomena alam seperti El Nino juga berkontribusi pada penurunan produksi padi.

“Tidak semua petani mendapatkan akses pupuk seperti lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) 30 juta orang tidak boleh menerima pupuk, dampak perubahan iklim El Nino atau disrupsi climate change yang menyebabkan produksi turun 30 persen,” ucap Amran.

Meskipun demikian, Kementan memastikan bahwa persediaan beras untuk Maret hingga Mei 2024 dalam kondisi aman, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan pangan selama Ramadhan dan Idul Fitri 1445 Hijriah.

Namun, lanjut Amran, kekhawatiran muncul untuk produksi Juni hingga Oktober 2024 karena luas tanam padi lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.

“Selain itu kondisi harga beras naik kurang lebih 56 persen akibat dampak El Nino sehingga kami menganggap kondisi ini merupakan darurat pangan yang harus segera dicarikan solusi,” tutur Amran.
 

Mentan menuturkan untuk mengatasi masalah tersebut, Kementan telah menyusun beberapa solusi cepat, antara lain mengembalikan alokasi pupuk bersubsidi menjadi 9,55 juta ton dan melakukan perluasan areal tanam pompanisasi air sungai di beberapa provinsi.

Kemudian melakukan perluasan areal tanam pompanisasi air sungai di 11 provinsi untuk lahan sawah. Untuk Pulau Jawa mencapai 500 ribu hektare begitu pun luar Pulau Jawa juga seluas 500 ribu hektare, namun bila mana arealnya mencukupi.

“Kementerian Pertanian berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk pompanisasi di saluran primer dan sekunder,” jelas Amran.

Selain itu, Kementan juga melakukan optimasi lahan rawa dan mengusulkan anggaran belanja tambahan (ABT) 2024 sebesar Rp5,8 triliun untuk mendorong produksi padi di seluruh Indonesia.

“Kementerian Pertanian melakukan optimasi lahan rawa dengan seluas 400 ribu hektare yang dilakukan di 10 provinsi untuk menambah luas area pertanaman padi,” kata Amran.

Kementerian Pertanian juga menyiapkan anggaran sebesar Rp7,74 triliun yang merupakan refocusing dari pagu APBN  2024 untuk meningkatkan  produksi tanaman padi dan jagung sehingga bisa mewujudkan swasembada pangan.

Amran berharap langkah tersebut dapat menjadi bagian dari akselerasi peningkatan produksi padi  2024 yang ditargetkan sebanyak 32 juta ton dan mengatasi kondisi darurat pangan yang dihadapi akibat dampak fenomena alam El Nino.

Baca juga: KSAD memerintahkan jajaran bantu perairan sawah di Jawa
Baca juga: Kementan menyusun konsep Papua sebagai pulau energi terbarukan


Ketua Komisi IV DPR RI Sudin meminta Kementerian Keuangan untuk segera mengembalikan alokasi pupuk subsidi menjadi 9,55 juta ton. Meski demikian, Sudin meminta penyaluran pupuk mendapat pengawasan ketat agar tidak terjadi tindak pidana maupun penyelewengan.

"Komisi IV menyetujui dan meminta Kementerian Keuangan melalui Kementan untuk mengembalikan alokasi pupuk subsidi menjadi 9,55 juta ton dengan catatan pengawasan dalam penyaluran dan pendistribusiannya harus ditingkatkan sehingga tidak terjadi penyelewengan," jelasnya.