Pantai Mapak Mataram masih disukai penyu bertelur

id Pantai mapak,Penyu bertelur,BPSPL Denpasar

Pantai Mapak Mataram masih disukai penyu bertelur

Seekor induk penyu termonitor bertelur pada malam hari di pantai Mapak, Kota Mataram, beberapa waktu lalu. (Foto Antaranews NTB/HO/BPSPL Denpasar)

Pantai Mapak memiliki karakteristik pasir hitam, cukup lebar 10 hingga 30 meter, relatif sepi, tidak banyak bangunan
Mataram (Antaranews NTB) - Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Wilayah Kerja Nusa Tenggara Barat terus memantau keberadaan penyu yang masih menyukai kawasan pantai Mapak Kota Mataram sebagai tempat bertelur.

"Pantai Mapak memiliki karakteristik pasir hitam, cukup lebar 10 hingga 30 meter, relatif sepi, tidak banyak bangunan, kecuali kampung Mapak, ini yang disukai penyu bertelur," kata Koordinator BPSPL Denpasar Wilayah Kerja NTB Barmawi.

Pada Mei 2018, kata dia, ada dua ekor penyu lekang (lepidochelys olivacea) yang berhasil dimonitor menyarangkan sebanyak 139 butir telur dalam dua sarang berbeda. Seluruh telur tersebut dijaga oleh Kelompok Masyarakat Pelestari Penyu Mapak hingga menetaskan tukik (anak penyu).

Barmawi berharap akan semakin banyak telur penyu yang berhasil ditemukan dan diselamatkan. Pasalnya, proses penyu bertelur di pantai Mapak dimulai pada Mei-September 2018 atau musim panas setiap tahunnya.

"Masyarakat masih ada yang belum sadar, mereka masih mencari dan menjual telur penyu, padahal dilarang undang-undang," ujarnya.

Ia mengatakan masih disukainya pantai Mapak sebagai lokasi bertelur penyu menimbulkan kepedulian masyarakat untuk melindungi fauna laut terancam punah tersebut. Oleh sebab itu masyarakat membentuk Kelompok Pelestari Penyu Mapak pada 2017 di bawah binaan BPSPL Denpasar Wilayah Kerja NTB.

"Pada 2017 lalu, BPSPL bersama kelompok masyarakat berhasil menetaskan tukik sebanyak 80 ekor hasil penangkaran. Semua dilepasliarkan ke laut bersamaan dengan seekor penyu dewasa yang terjaring nelayan," ujar Barmawi.

Pihaknya terus berupaya menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian habitat penyu. Upaya tersebut dilakukan melalui program edukasi dan meningkatkan kapasitas kelembagaan kelompok.

Selain itu, memberikan materi-materi pelestarian atau konservasi penyu, membantu sarana-prasarana pelestarian bila memungkinkan, membantu pemantauan (monitoring) penyu, dan membantu publikasi pelestarian penyu ke media.

"Kami juga berencana membantu kelompok membangun taman penyu (turtle sanctuary). Ini bisa menjadi salah satu destinasi wisata konservasi yang bisa menarik minat wisatawan ke Kota Mataram," kata Barmawi.

BPSPL Denpasar Wilayah Kerja NTB juga terus memberikan pemahaman tentang dampak hukum bagi masyarakat yang mengambil dan memperdagangkan telur atau penyu dilindungi undang-undang.

Di dunia ada 7 jenis penyu dan 6 di antaranya terdapat di Indonesia, yakni penyu hijau (chelonia mydas), penyu sisik (eretmochelys imbricata), penyu lekang (lepidochelys olivacea), penyu belimbing (dermochelys coriacea), penyu pipih (natator depressus) dan penyu tempayan (caretta caretta).

Di dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu bisa dikenakan sanksi hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta.

Semua jenis penyu laut di Indonesia juga telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. (*)