Sembalun (Antaranews NTB) - Tiga hari pascagempa bumi 6,4 Skala Richter yang melanda Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, sejumlah warga mulai orang dewasa, bayi dan anak-anak di lokasi pengungsian di Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur mulai mengeluhkan sejumlah penyakit.
Ditemui di lokasi pengungsian di Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Selasa, salah seorang pengungsi Ibu Lin mengaku anaknya mulai merasakan sakit-sakit sejak tiga hari terakhir atau semenjak gempa terjadi pada Minggu (29/7) pagi mengguncang wilayah tersebut.
"Keluhannya mulai panas dan muntah-muntah," ujarnya saat memeriksakan kesehatan bayinya di posko kesehatan yang berada di lokasi pengungsian.
Untuk pengobatan bayinya yang kini masih berusia 6 bulan tersebut, Lin menuturkan hanya mengandalkan pemberian obat-obatan yang diberikan petugas kesehatan di lokasi pengungsian di desa setempat.
Sementara itu, pengungsi lainnya Ibu Herdi juga mengaku banyak di antara warga yang sudah mulai mengeluhkan sakit-sakit. Seperti diare, muntah-muntah, pusing-pusing dan gatal-gatal di badan.
"Rata-rata keluhan warga dan anak-anak di lokasi pengungsian diare, muntah-muntah, gatal-gatal dan pusing-pusing," terangnya.
Sementara itu, menurut petugas kesehatan keliling yang ditemui di lokasi pengungsian Desa Sajang, Rispaini mengaku setiap hari pascagempa terjadi di wilayah itu, keluhan yang banyak dari warga adalah penyakit muntah-muntah, diare, panas dingin dan maag kritis.
"Itu beberapa penyakit yang paling banyak dikeluhkan warga kalau di pengungsian," ucapnya.
Menurut dia keluhan penyakit seperti itu merata di sejumlah titik pengungsian, seperti di posko pengungsian di Dusun Medain Desa Medain dan Dusun Medas Desa Obel-Obel, Kecamatan Sambelia.
"Jadi keluhannya hampir sama ya. Tapi selama kami keliling, baik anak-anak atau orang tua itu diare dan muntah-muntah terbanyak keluhkan. Mungkin karena dehidrasi juga di lokasi pengungsian akibat cuaca panas," tandasnya. (*)