KPK menyiapkan kontra memori kasasi mantan Wali Kota Bima

id kpk, kontra memori kasasi, muhammad lutfi, mantan wali kota bima, kasus gratifikasi dan korupsi pengadaan barang dan jas

KPK menyiapkan kontra memori kasasi mantan Wali Kota Bima

Arsip foto-Terdakwa korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemerintah Kota Bima, Muhammad Lutfi menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Senin (3/6/2024). (ANTARA FOTO/Dhimas Budi Pratama/Spt)

Mataram (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyiapkan kontra memori kasasi dari Mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi yang mengajukan upaya hukum lanjutan ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) Nusa Tenggara Barat yang turut membebankan pidana tambahan uang pengganti kerugian keuangan negara senilai Rp1,4 miliar.

"Atas kasasi terdakwa, JPU (jaksa penuntut umum) akan mengajukan kontra memori kasasi," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto melalui pesan WhatsApp yang diterima di Mataram, Jumat.

Dia menyampaikan JPU akan menyampaikan kontra memori kasasi setelah menerima pemberitahuan kasasi terdakwa dari pengadilan.

"Akan diajukan setelah JPU menerima secara resmi pemberitahuan kasasi oleh terdakwa dari pengadilan," ujarnya.

Baca juga: PN Mataram terima pengajuan kasasi mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi

Sebelumnya, Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo telah menyampaikan adanya pengajuan kasasi Muhammad Lutfi yang menjadi terdakwa korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup kerja Pemerintah Kota Bima periode 2018-2022.

"Iya, terdakwa Muhammad Lutfi ajukan kasasi, jaksa KPK belum," kata Kelik.

Dalam data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Mataram, permohonan kasasi tersebut tercatat disampaikan Muhammad Lutfi ke Pengadilan Negeri Mataram pada 19 Agustus 2024.

Pemberitahuan permohonan kasasi kepada pihak termohon, dalam hal ini JPU tercatat pada 23 Agustus 2024.

Selanjutnya, pada 26 Agustus 2024, Pengadilan Negeri Mataram menerima memori kasasi dari Muhammad Lutfi sebagai pemohon.

Baca juga: KPK tunggu arahan pimpinan terkait banding mantan Wali Kota Bima

Pengadilan Negeri Mataram kemudian meneruskan memori kasasi tersebut kepada pihak termohon pada 2 September 2024.

Dalam data SIPP Pengadilan Negeri Mataram, belum tercatat adanya penyerahan kontra memori kasasi dari pihak termohon sesuai keterangan yang disampaikan Tessa Mahardika Sugiarto.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi NTB pada sidang putusan banding Muhammad Lutfi (7/8), mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram dengan menyatakan terdakwa terbukti melanggar dakwaan kesatu dan kedua penuntut umum.

Selain menyatakan terdakwa terbukti melanggar tindak pidana korupsi, hakim turut menyatakan terdakwa Muhammad Lutfi menerima gratifikasi dalam jabatan.

Baca juga: Mantan Wali Kota Bima mengajukan kasasi atas putusan banding PT NTB

Dalam putusan banding, pidana pokok Muhammad Lutfi serupa dengan putusan pengadilan tingkat pertama, yakni dijatuhi pidana hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti denda.

Hakim tingkat banding turut membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian keuangan negara senilai Rp1,4 miliar subsider 1 tahun kurungan pengganti.

Muhammad Lutfi melalui Abdul Hanan selaku penasihat hukum sebelumnya menyatakan keberatan atas putusan banding pada Pengadilan Tinggi NTB tersebut.



Menurut dia, putusan majelis hakim tingkat banding yang dibacakan, Rabu (7/8) telah menyampingkan isi Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 Tahun 1993 tentang penyusunan surat dakwaan jaksa penuntut umum pada persidangan.

Putusan yang dibacakan oleh hakim PT NTB, kata dia, di luar kewenangan dan fakta persidangan yang seharusnya mengacu pada putusan pengadilan tingkat pertama bahwa gratifikasi tidak terbukti karena surat dakwaan jaksa penuntut umum tidak memenuhi Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 Tahun 1993.

Baca juga: Hakim bebankan mantan Wali Kota Bima bayar kerugian Rp1,4 miliar

Hakim pengadilan tingkat pertama dalam putusan, kata dia, menyatakan bahwa dakwaan tentang penerimaan gratifikasi tersebut tidak disusun secara sistematis dan benar.

Oleh karena itu, katanya, wajar jika hakim pengadilan tingkat pertama tidak mempertimbangkan dakwaan jaksa penuntut umum tentang gratifikasi dalam putusan.

Dengan demikian, Hanan menyatakan tidak sependapat dengan hakim PT NTB yang memutus perkara Muhammad Lutfi dengan merujuk pada aturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

Selain itu, dalam fakta persidangan pada pengadilan tingkat pertama, Hanan melihat tidak ada fakta yang mengungkap jelas tentang Muhammad Lutfi menerima uang atau barang.

Baca juga: Dihukum tujuh tahun penjara, Mantan Wali Kota Bima ajukan banding