Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyimpulkan bahwa selain dekatnya penyelenggaraan pilkada dengan Pemilu 2024, banyaknya calon tunggal juga disebabkan oleh pragmatisme dan kurangnya persiapan kader dari internal partai.
“Itu tiga hal yang menjadi penyebab lahirnya koalisi gemuk dan juga calon tunggal di 41 daerah pada Pilkada 2024,” ujar Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Haykal dalam webinar bertajuk, “Pilkada Calon Tunggal dan Kemunduran Demokrasi Lokal di Indonesia”, dipantau dari Jakarta, Minggu.
Terkait dengan pragmatisme, Haykal menjelaskan bahwa partai politik yang berpikir pragmatis untuk memenangi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 hampir pasti memilih untuk bergabung dengan koalisi besar.
Koalisi besar tersebut, lanjut dia memaparkan, berawal dari bersatunya partai-partai raksasa dengan jumlah suara yang cukup besar. Akumulasi suara yang dihasilkan oleh koalisi tersebut dapat mencapai lebih dari 30–40 persen dari total perolehan suara.
“Sehingga partai-partai lainnya lebih memilih untuk bergabung dengan koalisi besar itu,” kata Haykal.
Baca juga: Pilkada diulang tahun berikutnya jika calon tunggal kalah
Lebih lanjut, faktor lainnya yang menurut Haykal menjadi penyebab dari partai bersikap pragmatis dan memilih untuk bergabung dengan koalisi besar adalah gagalnya partai politik untuk melakukan rekrutmen dan kaderisasi politik.
“Partai politik yang gagal melakukan kaderisasi dan rekrutmen politik merasa tidak percaya diri atau tidak berani untuk masuk ke gelanggang kompetisi,” ucapnya.
Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk bergabung dengan koalisi yang sudah besar.
Baca juga: Calon tunggal perlu suara 50 persen lebih untuk terpilih
Padahal, Mahkamah Konstitusi yang mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 telah membuka kesempatan bagi berbagai partai politik untuk mendaftarkan pasangan calonnya secara mandiri.
“Setelah keluarnya putusan 60 tahun 2024, sebenarnya telah terbuka ruang yang jauh lebih besar bagi partai politik untuk dapat mengusung pasangan calon kepala daerah tanpa harus berkoalisi,” kata Haykal.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menilai dekatnya jarak antara pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi salah satu penyebab dari banyaknya calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024.
“Karena dekatnya jarak antara pemilu dan pilkada menyebabkan tarik-menarik koalisinya jadi cukup dinamis, sehingga partai-partai tetap memilih untuk berada di dalam koalisi yang besar,” kata Ninis.
Pernyataan tersebut merespons data KPU yang mencatat sebanyak 41 daerah hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 berdasarkan data per Rabu (4/9) pukul 23.59 WIB. Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan 41 daerah itu terdiri dari satu provinsi, 35 kabupaten, dan 5 kota.
Baca juga: KPU sebut ada dua alternatif jika calon tunggal kalah di Pilkada 2024
Berita Terkait
Catatan soal kemungkinan kotak kosong menang di dua daerah
Jumat, 29 November 2024 2:51
Pilkada Surabaya 2024 dan tantangan legitimasi calon tunggal
Kamis, 21 November 2024 11:01
Putusan MK soal desain surat suara patut diapresiasi
Selasa, 19 November 2024 3:40
MK putuskan Pilkada ulang digelar jika kotak kosong menang
Kamis, 14 November 2024 13:59
PDIP sebut Puan Marahani calon tunggal untuk Ketua DPR selanjutnya
Selasa, 1 Oktober 2024 14:39
Akademisi UI: KPU perlu atur PKPU pilkada ulang tak lampaui 2025
Selasa, 17 September 2024 7:14
Calon tunggal di Pilkada 2024 berbeda dengan 2015-2020
Minggu, 8 September 2024 18:23
Akademisi UI: Calon tunggal bukan agenda lokal tapi nasional
Minggu, 8 September 2024 18:22