Korban gempa patah kedua kaki meninggal di pengungsian

id Gempa Lombok,Desa Sigar Penjalin

Korban gempa patah kedua kaki meninggal di pengungsian

Pengungsi beraktivitas dalam tenda darurat yang dibangun di kebun mereka di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (6/8). (Foto ANTARA/Zabur Karuru)

Lombok Utara (Antaranews NTB) - Kartika (28) warga Desa Sigar Penjalin, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat(NTB), meninggal dunia pada Senin, pukul 10.00 WITA atau setelah delapan hari di pengungsian dengan kondisi kedua kaki dan lengan kanan patah.

Ibu satu orang anak berusia tiga tahun itu dimakamkan di pemakaman Dusun Lendang Berora, Desa Sigar Penjalin, Kabupaten Lombok Utara, Senin, pukul 16.30 WITA.

"Jenazah dimandikan di samping tenda pengungsian, dishalatkan dan dimakamkan di kuburan dekat tempat kami mengungsi," kata Sri Kartini ketika diwawancara Antara sambil meneteskan air mata menangisi kepergian kakaknya untuk selama-lamanya.

Kartini mengatakan kondisi kakaknya cukup parah. Kedua tulang paha, kaki dan lengan kanan patah. Selain itu, kepalanya juga cedera setelah tertimpa bangunan rumahnya yang roboh akibat gempa bumi berkekuatan 7 pada Skala Richter (SR) pada Minggu (5/8) pukul 19.46 WITA.

Pada saat gempa terjadi, seluruh warga berhamburan keluar rumah dan lari ke arah perbukitan. Namun, almarhum Kartika tidak ada terlihat. Beberapa anggota keluarganya memberanikan diri mengecek rumah dan menemukan almarhum dalam kondisi tertimpa bangunan rumahnya.

Kartini menambahkan selama delapan hari di pengungsian almarhum kakaknya hanya mendapatkan perawatan secara tradisional. Kedua kaki dan lengan yang patah hanya dipijat.

"Kami sudah minta bantuan petugas medis agar dibawa ke rumah sakit, tetapi almarhum tidak mau dibawa ke rumah sakit dan ingin tetap di pengungsian bersama keluarga," tutur mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) AMM Mataram tersebut.

Kartini saat ini masih berada di perbukitan tempatnya mengungsi bersama seluruh anggota keluarga dan warga Dusun Lendang Berora, dengan tenda seadanya.

Ia dan pengungsi lainnya lebih banyak mendapatkan bantuan dari kalangan pribadi, sedangkan dari pemerintah masih relatif sedikit.

"Sudah ada bantuan dari pemerintah, tetapi hanya beberapa saja. Kami berharap pemerintah rutin melihat kondisi pengungsi di sini," ujar Kartini sambil meneteskan air mata. (*)