Polisi ungkap ada persetubuhan anak dari kasus pembuangan jasad bayi di Mataram

id kasus pembuangan jasad bayi,persetubuhan anak, anak sma melahirkan, polresta mataram

Polisi ungkap ada persetubuhan anak dari kasus pembuangan jasad bayi di Mataram

Arsip foto-Kantor Unit PPA Polresta Mataram. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat mengungkap ada dugaan persetubuhan anak dari kasus pembuangan jasad bayi di kawasan sungai Ancar.

Kepala Satreskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili di Mataram, Sabtu, mengatakan persetubuhan anak itu muncul dalam pemeriksaan tersangka pembuangan jasad bayi berinisial ER yang masih berstatus siswi SMA kelas 10.

"Jadi, dari keterangan tersangka ER ini, dia dihamili seorang pria berinisial IMJA yang juga masih SMA kelas 10," kata Regi.

Baca juga: Siswi SMA buang jasad bayinya di Mataram jadi tersangka

Dari rangkaian pemeriksaan, kepolisian kini telah menetapkan IMJA sebagai tersangka anak yang diduga melanggar Pasal 81 ayat (1) juncto Pasal 76 D Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dia menerangkan bahwa penetapan IMJA sebagai tersangka dikuatkan dengan keterangan rekannya, pemilik kamar indekos tempat ER disetubuhi.

"Dari hasil gelar terungkap adanya unsur kekerasan atau pemaksaan dari perbuatan pidana persetubuhan anak yang diduga dilakukan IMJA," ujarnya.

Karena tersangka IMJA berstatus anak, kepolisian kini menitipkan penahanan IMJA di panti sosial Sentra Paramita Kota Mataram.

Sementara itu, Perwira Sementara Kasubnit PPA Satreskrim Polresta Mataram Aiptu Sri Rahayu menjelaskan perbuatan IMJA kepada ER ini terjadi pada medio tahun 2024. Ketika itu, IMJA mengajak ER bertamu ke indekos rekannya di wilayah Kota Mataram.

"Tersangka ER yang menjadi korban persetubuhan anak ini diminta layani berahi IMJA yang posisi waktu itu dalam pengaruh minuman beralkohol. IMJA menyetubuhi korban di indekos temannya itu," ujar Sri Rahayu.

Berselang satu bulan, ER menghubungi IMJA dan meminta pertanggungjawaban atas perbuatannya. Namun, IMJA meminta ER untuk menjauh dan melupakan persetubuhan yang terjadi di kamar indekos rekannya.

"Jadi, korban dengan tersangka IMJA ini tidak ada hubungan asmara. Mereka kenal saat ketemu di kamar indekos rekannya," ucap dia.

Lima bulan usai peristiwa persetubuhan, ER merasakan ada tanda-tanda kehamilan pada dirinya. Dia menyadari ada perubahan dengan bentuk tubuhnya yang tidak kunjung datang bulan.

Meskipun merasakan demikian, ER tetap beraktivitas normal seperti biasa. Dia pergi ke sekolah dalam posisi hamil.

"Mual-mual tanda orang hamil itu tidak ada. Perut juga tidak kelihatan seperti orang hamil. Jadi, ER ini tetap beraktivitas seperti biasa ke sekolah," katanya.

Sampai pada waktunya, Sabtu malam (11/1) sekitar pukul 23.00 Wita, ER dengan usia kandungan 9 bulan merasakan kontraksi pada bagian perut.

"Dia bilang kayak rasa sakit perut mau buang air. Dia ke kamar mandi dan di situ dia melahirkan bayinya. Saat lahiran, bayi sempat hidup, kepalanya masuk ke dalam kloset, di situ dia tarik dan karena panik, dia meremas leher bayi itu hingga akhirnya meninggal," ucap Sri Rahayu.

Orang tua ER dan adiknya tidak mendengar terjadi keriuhan dari dalam kamar mandi. ER melahirkan dan membersihkan darah persalinannya seorang diri tanpa sepengetahuan orang di rumah.

"Malam itu selesai bersih-bersih di kamar mandi, ER memasukkan jasad bayinya ke dalam tas sekolah dan disimpan di dalam lemari kamarnya," ujarnya.

Usai semua beres, ER terjatuh hingga pingsan dan membuat kaget kedua orang tua dan adiknya yang sudah tidur pulas.

"Malam itu juga ibunya minta tolong ke pamannya ER ini untuk bawa ER ke puskesmas," katanya.

Setibanya di puskesmas dengan kondisi lemah, pihak medis tidak mengetahui ER baru selesai melahirkan. Pihak puskesmas hanya meminta agar pihak keluarga merujuk ER ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram.

"Pamannya ini mengakunya tidak tahu dimana RSUD kota, karena sudah malam juga, ER dibawa pulang ke rumah," ujar Sri Rahayu.

Pada Minggu pagi (12/1) sekitar pukul 07.00 Wita, ER bangun dari tidurnya. Dia mengambil pakaian kotor dan tas berisi jasad bayinya.

"Pakaian kotor sama tas sekolahnya yang berisi jasad bayi dibawa pakai ember. Dia bilang ke ibunya mau pergi cuci baju di sungai. Memang itu kebiasaan ER ini, cuci baju di sungai, jadi orang tuanya tidak curiga," ucapnya.

Setibanya di sungai dengan memperhatikan kondisi sekitar sudah sepi, ER menghanyutkan tas tersebut dan menyelesaikan cuciannya.

"Tidak lama kemudian, kami dapat informasi ada temuan jasad bayi dalam tas ransel hitam di sungai Ancar. Itu sekitar Minggu siang (12/1)," ucapnya.

Dari temuan tas berisi jasad bayi itu, kepolisian menemukan fotokopi KTP bapak kandung ER. Dari penelusuran tersebut kemudian terungkap peran ER dalam kasus pembuangan bayi.

Kepolisian menetapkan ER sebagai tersangka dalam kasus pembuangan bayi tersebut dengan menerapkan Pasal 341 KUHP.

Pasal tersebut menjelaskan tentang perbuatan seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian dan dengan sengaja merampas nyawa atau membunuh anaknya.