Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia memaparkan praktik terbaik perikanan skala kecil dalam rangkaian Konferensi Kelautan PBB ketiga atau The Third United Nations Ocean Conference (UNOC-3) 2025 di Port Lympia, Nice, Prancis.
"Indonesia komitmen dalam memperkuat tata kelola laut berkelanjutan dan mendorong praktik perikanan skala kecil yang inklusif dan berbasis kearifan lokal," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Lotharia Latif sebagaimana keterangan di Jakarta, Minggu.
Dia menyampaikan hal itu dalam gelaran side event yang diselenggarakan Pemerintah Maladewa Delivering Sustainable and Equitable Ocean Governance: Multi-Stakeholder Approaches to Small-Scale Fisheries and Marine Protected Areas.
“Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar keempat di dunia, dengan potensi lestari perikanan tangkap mencapai 12 juta ton dan keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi,” ujar Latif.
Kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota yang diterapkan di Indonesia terbukti efektif mendorong pertumbuhan produksi perikanan tangkap nasional sebesar rata-rata 3,94 persen per tahun, dari 4,51 juta ton pada 2016 menjadi 7,71 juta ton pada 2023, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan produksi perikanan tangkap terbesar kedua di dunia setelah China.
Dalam kesempatan tersebut, Latif juga menyoroti kolaborasi Indonesia dengan inisiatif global seperti CFI Indonesia dalam mendukung pengelolaan perikanan skala kecil berbasis masyarakat.
Salah satu contoh sukses adalah inisiatif Sasi Label di Kepulauan Maluku, yang mengangkat kearifan lokal berupa larangan sementara penangkapan ikan untuk memberi waktu pemulihan sumber daya ikan.
Baca juga: Menteri Investasi memastikan industri dan hilirisasi rumput laut difokuskan
“Model ini tidak hanya melindungi ekosistem laut, tetapi juga memperkuat kelembagaan lokal, meningkatkan peran perempuan, serta mendorong akses pasar dan kesejahteraan nelayan melalui koperasi dan teknologi digital seperti e-logbook,” lanjutnya.
Latif juga menggarisbawahi ketahanan produksi perikanan Indonesia saat ini masih dalam batas aman secara biologis, dengan tingkat pemanfaatan kurang dari 80 persen dari potensi lestari (MSY). Rata-rata produksi selama 2020–2024 tercatat sebesar 7,39 juta ton.
Sementara itu, nilai ekspor komoditas perikanan tangkap skala kecil juga menunjukkan tren positif, naik dari 3,31 miliar dolar AS pada 2020 menjadi 3,91 miliar AS pada 2023, terutama dari komoditas utama seperti tuna-cakalang, cumi-sotong-gurita, dan kepiting.
Baca juga: Menteri KKP Trenggono tekankan pentingnya pengawasan efektif di sektor perikanan
Lebih lanjut Latif mengajak seluruh pihak untuk memperkuat kolaborasi global guna mencapai SDG 14 (Lautan dan Ekosistem Laut) melalui kemitraan, program twinning, dan forum internasional.
“Kami mengundang seluruh mitra dan pemangku kepentingan untuk hadir dalam Ocean Impact Summit Indonesia 2026, sebagai bentuk nyata komitmen bersama untuk laut yang sehat dan berkelanjutan,” tuturnya.
Sebelumnya, dalam UNOC-3 yang digelar 9-13 Juni 2025, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Sakti Wahyu Trenggono menegaskan komitmen kuat Indonesia terhadap perlindungan laut dan pembangunan ekonomi biru berkelanjutan.