Jangan sembarangan membuat regulasi

id regulasi,Jangan sembarangan membuat regulasi Oleh Rosdiansyah

Jangan sembarangan membuat regulasi

Resensi buku: Introduction to Regulation and Governance, Martino Maggetti, 168 halaman (plus index), ISBN: 9781035302840, cetakan pertama Mei 2025, Edward Elgar Publishing, UK (ANTARA/HO-Rosdiansyah)

Mataram (ANTARA) - Resensi buku: Introduction to Regulation and Governance, Martino Maggetti, 168 halaman (plus index), ISBN: 9781035302840, cetakan pertama Mei 2025, Edward Elgar Publishing, UK

Saat ini tata kelola pemerintahan masih menjadi bahan kajian di berbagai lembaga. Bukan saja lembaga di tingkat lokal, melainkan juga lembaga di tingkat internasional pun masih melakukan kajian guna menemukan desain yang pas dari untuk pemerintahan yang terus berkembang. Meski secara fisik bangunan pemerintahan mungkin tak mengalami perubahan, namun kinerja dan upaya peningkatan layanan kepada publik akan terus tumbuh berkembang.

Wajar jika buku ini menjadi salah-satu rujukan mutakhir untuk mengetahui bagaimana melihat kaitan antara regulasi dan tata kelola pemerintahan governance. Jika sebutan government tertuju pada pemerintahan, baik bangunan fisik maupun mereka yang bekerja di dalamnya, maka governance lebih luas dari itu. Sebab, dalam governance juga tercakup para pemangku kepentingan di luar pemerintahan yang berkonstribusi terhadap kebijakan atau program yang ditetapkan pemerintah.

Penulis buku ini mencoba mendekati istilah governance dari hasil kajian-kajian literatur sebelumnya. Dalam riset-riset ilmu politik, tata kelola pemerintahan dipahami sebagai model negara-bangsa yang tengah menghadapi aneka tantangan sosial. Ketika tantangan itu berupa naiknya kepentingan warga serta preferensi warga yang berubah karena adanya kesadaran warga atas hak-haknya, maka respon tradisional seperti asumsi tradisional bahwa negara paling tahu apa yang dikehendaki warganya, ternyata ini sudah usang.

Negara tak lagi boleh mengklaim apa yang diinginkan warganegara, jika kenyataan menunjukkan kebijakan atau program negara malah menimbulkan kesengsaraan dan kurang pas. Studi Maynts (2003) yang dirujuk penulis buku ini menunjukkan, bahwa negara memang masih memainkan peran kunci dalam penerbitan regulasi atau kebijakan, namun negara juga tak boleh abai terhadap otoritas politik yang terfragmentasi ke dalam berbagai kepentingan. Ada kepentingan elit politik, ada juga kepentingan massa politik. Rumitnya, kedua kepentingan itu bisa saling bertolak-belakang.

Dalam situasi itu, tata kelola harus dimaknai sebagai proses interaktif. Bukan proses top-down satu arah dari atas ke bawah. Artinya, interaksi antar negara dan warganegara harus terjadi secara intensif. Kajian Ansell dan Torfing (2022) memperlihatkan, bahwa proses interaktif bisa melalui negosiasi tujuan-tujuan yang dibicarakan secara kolektif. Aparatur negara tak bisa lagi memaksakan kehendak regulasi apa yang cocok untuk warganegara.

Dalam konteks Indonesia, kasus empat pulau yang sebelumnya berada dalam wilayah Provinsi Aceh lalu diubah berada dalam lingkup Provinsi Sumatera Utara bisa menjadi contoh dalam konteks regulasi yang dipaksakan itu. Sehingga, presiden kemudian harus turun tangan untuk menyelesaikan. Kasus ini memperlihatkan seringkali proses pembuatan kebijakan berlangsung tanpa interaksi intensif dengan warganegara. Padahal, banyak aktor yang harus dipertimbangkan dalam proses tersebut.

Ada sembilan bab dalam buku ini. Melalui kesembilan bab tersebut, penulis benar-benar menukik ke jantung persoalan regulasi, proses pembuatan regulasi, aktor-aktor yang terlibat serta dampak regulasi terhadap warganegara. Ulasannya sangat jernih, kritis serta cermat dalam melihat bagaimana hubungan antara proses pembuatan regulasi itu dengan tata kelola pemerintahan selama ini.

Yang terbaru adalah regulasi terhadap situasi-situasi mutakhir ketika Artificial Intelligence (AI) menjadi sarana mempermudah dan mempercepat pembuatan regulasi. Bagi penulis, rezim produsen regulasi selalu berhadapan dengan tantangan sosial yang berkembang pesat. Terutama kehadiran AI yang semakin diakrabi warganegara sehingga warganegara pun ikut merasakan kecepatan serta kemudahan mengakses hal-hal yang bagus dan positif untuk memperluas wawasan atau khazanah keilmuan. Namun, disisi lain, ada ruang gelap AI yang perlu diwaspadai setiap orang, termasuk mereka yang bekerja di dalam pemerintahan.

Pemakaian AI memang akan lebih mempermudah aktor-aktor negara untuk memprediksi banyak hal, terutama dampak regulasi yang akan diterbitkan. Algoritma di balik AI bisa dibuat sedemikian rupa untuk merancang prediksi tersebut. Kajian Aoki (2020 et al) sistem AI menjadi tumpuan dari otoritas publik untuk mengakses informasi, pendampingan bahkan pembuatan kebijakan. Data jumbo milik aparatur negara yang biasanya membutuhkan waktu lama untuk pengolahan, kini bisa diolah AI dalam hitungan jam atau hari saja.

Namun, patut diperhatikan, bahwa sistem AI yang sangat bertumpu pada ketersediaan dataset yang sering berisi informasi personal pada gilirannya masih menimbulkan persoalan etis. Apalagi, masih ada kekhawatiran terhadap keamanan data pribadi, kurangnya transparansi, serta potensi penyalahgunaan AI. Semua itu telah menjadi perhatian seksama dari setiap orang yang peduli pada regulasi berbasis AI yang hendak dipakai oleh aparatur negara.

Akhirulkalam, setidaknya ada empat hal yang mendasari buku ini. Pertama, diperlukan kecanggihan aparatur negara beradaptasi pada perubahan sosial. Lalu, kedua, keberanian untuk menerbitkan regulasi meski kemudian isi regulasi tersebut ternyata keliru atau salah. Protes atau koreksi dari warga harus benar-benar diperhatikan, tak boleh diabaikan. Ketiga, partisipatif. Regulasi yang lahir dari partisipasi warganegara merupakan regulasi yang bisa memantik rasa memiliki dari sanubari warga. Keempat, regulasi yang kontekstual. Artinya, regulasi yang kehilangan konteks akan berdampak negatif terhadap tata kelola pemerintahan.*



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.