Jakarta (ANTARA) - Salah satu pimpinan Fraksi PDIP di DPR-RI, Aria Bima, menyatakan, usulan hak angket terkait dana talangan (`bail-out`) Rp6,7 triliun untuk Bank Century, bukan politisasi, melainkan pelaksanaan tugas Dewan dalam bidang pengawasan kebijakan.
Aria Bima, salah satu pengusul hak angket tersebut, mengatakan hal itu kepada ANTARA di Jakarta, Senin, menanggapi tuduhan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, seolah telah terjadi politisasi hak angket dana talangan Bank Century.
"Menurut saya, bung Anas Urbaningrum telah salah menangkap substansi hak angket. Sebab, pasal 20A UUD 1945 ayat (1) menyebutkan, DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan," jelasnya.
Untuk melaksanakan fungsi ini, lanjutnya, merujuk pada UUD 1945 Pasal 1 ayat (2), DPR-RI memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Aria Bima menegaskan, kebijakan pemberian talangan bernilai triliunan rupiah kepada Bank Century harus diselidiki DPR-RI melalui angket, karena terindikasi melanggar UUD 1945.
"Yakni pasal 1 ayat (3) bahwa Indonesia adalah Negara Hukum dan pasal 27 ayat (1) mengenai asas kesamaan di depan hukum bagi seluruh warga negara," katanya.
Fraksi PDI Perjuangan, menurut Aria Bima, menduga ada mengistimewakan atau `favoritiasi penanganan Bank Century ini, sehingga melanggar asas Negara Hukum dan kesamaan di depan hukum.
Selain itu, lanjutnya, ditemukan pula dugaan pelanggaran terhadap Undang-undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU-LPS).
"Harusnya penetapan suatu bank gagal berdampak sistemik atau tidak diputuskan oleh Komite Koordinasi yang dibentuk LPS, bukan oleh Menteri Keuangan atau Bank Indonesia seperti dalam kasus Bank Century," katanya.
Jika pun diputuskan berdampak sistemik, demikian Aria Bima, penyelesaiannya bisa melibatkan pemegang saham ataupun tidak.
"Kalau memang menyertakan pemegang saham, sesuai pasal 33 A UU-LPS, pemegang saham harus menyetor sekurang-kurangnya 20 persen dari perkiraan biaya penanganan. Sebaliknya, jika tidak melibatkan pemegang saham, harus ada keputusan pengadilan yang menyatakan pailit terhadap pemegang saham," tegasnya.
Jadi penilaian berdampak sistemik atau tidak, menurutnya, bisa diverifikasi secara obyektif oleh publik. (*)