Mataram (ANTARA) - Raksasa industri pakaian asal Spanyol, Zara, menyatakan dukungan atas kedaulatan China, sebagai usaha menghindari keterlibatan dalam kontroversi atas protes yang berlangsung di Hong Kong.
Pernyataan tersebut dikeluarkan pada Senin (2/9) malam di media sosial China, Weibo, setelah sebelumnya surat kabar Ming Pao mempertanyakan alasan di balik penutupan empat gerai Zara di Hong Kong.
Surat kabar Hong Kong itu juga mempertanyakan apakah penutupan tersebut dilakukan sebagai dukungan atas seruan mahasiswa setempat untuk mogok belajar.
Zara, yang berada di bawah naungan perusahaan Inditex, mengatakan pihaknya mendukung kebijakan 'satu negara, dua sistem', dan tidak mendukung seruan mogok belajar itu.
Berdasarkan format 'satu negara, dua sistem', Hong Kong berada di bawah kendali China.
Belum ada penjelasan terkait penutupan empat gerai tersebut pada Senin, meski toko-toko di Hong Kong diketahui sering kali tutup saat ada protes yang dilakukan dekat area toko.
Baca juga: Hong Kong tegang pascabentrokan akhir pekan
Nama Zara sempat menjadi topik terpopuler di media sosial Weibo, dengan tagar 'Zara Statement', yang telah dilihat lebih dari 170 juta kali pada Selasa pagi.
Pada Senin, ribuan mahasiswa dan murid sekolah Hong Kong memboikot kegiatan belajar-mengajar di kelas. Mereka berpawai melakukan aksi damai untuk demokrasi.
Aksi tersebut dilakukan setelah akhir pekan diwarnai beberapa kekerasan terburuk sejak keresahan meningkat lebih dari tiga bulan lalu.
Merek-merek asing menghadapi tekanan yang terus meningkat dari konsumen dan pejabat berwenang China untuk menyatakan dukungan atas kedaulatan dan klaim teritori China.
Bulan lalu, sejumlah duta asal China untuk berbagai merek internasional, seperti Coach dan Givenchy, memutuskan hubungan kerja dengan rumah mode tersebut, yang dianggap telah melanggar kedaulatan China dengan menyebut Hong Kong dan Taiwan sebagai negara.
Tahun lalu, Zara menuai kritik di media sosial China karena menempatkan Taiwan sebagai negara dalam daftar di laman daringnya.