Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Direktur Eksekutif Migrant Care Indonesia, Wahyu Susilo mengatakan tenaga kerja Indonesia (TKI) atau pekerja migran Indonesia (PMI) masih sangat rentan mengalami pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan sebagai pekerja migran dengan beberapa kasus kematian yang dialami pahlawan devisa tersebut.
Sepanjang tahun 2019 tercatat masih terjadi kasus pelanggaran hak asasi pekerja migran Indonesia diantaranya kematian Tamam (31 Oktober 2019) dan Ngatiyai (11 November 2019) dalam antrean pengurusan paspor di KBRI Kuala Lumpur, kata Wahyu dalam keterangan tertulisnya memperingati Hari Buruh Migran Sedunia yang diterima di Kabupaten Jember, Rabu.
Baca juga: TKI asal Bima jatuh dari lantai 11 apartemen di Taiwan
Menurutnya kasus itu merupakan ironi tatkala Kementerian Luar Negeri selalu mengedepankan perlindungan WNI sebagai prioritas politik luar negeri, kemudian ratusan ribu pekerja migran Indonesia di Malaysia masih berada dalam ancaman deportasi.
Pemerintah pusat dan daerah juga tidak mengambil tindakan signifikan ketika ratusan mayat pekerja migran dipulangkan ke kampung halamannya, Nusa Tenggara Timur, tambahnya.
Selain itu, lanjut dia pekerja migran juga menghadapi kerentanan baru terkait dengan kebijakan keamanan negara tujuan bekerja seperti yang dialami Yuli Riswati, perempuan pekerja migran yang juga menjadi citizen journalist Migran Pos dideportasi bukan hanya karena status keimigrasiaannya, tetapi juga aktivitasnya dalam mewartakan situasi demonstrasi anti RUU Ekstradisi di Hong Kong.
Sementara di Singapura, tiga perempuan pekerja migran Indonesia harus menghadapi pengadilan atas dugaan pendanaan aktivitas terorisme.
"Pada awal Desember 2019, Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan putusan penjara 11 tahun pada pelaku perdagangan manusia terhadap EH, yang dipekerjakan di Suriah dan Irak. Putusan tersebut tentu harus diapresiasi," jelasnya.
Dalam satu pekan, lanjut dia dua pekerja migran Indonesia mengalami permasalahan dan sebagian besar yakni 74 persen dialami oleh pekerja migran perempuan baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.
Atas dasar hal tersebut di atas, terangnya Migrant Care dalam Peringatan Hari Buruh Migran Sedunia menuntut kepada Pemerintah Indonesia untuk segera menuntaskan seluruh aturan turunan dan kelembagaan tata kelola perlindungan pekerja migran sesuai UU No. 18/2017.
Kami mendesak pemerintah segera menyusun peta jalan perlindungan pekerja migran Indonesia yang berorientasi pelayanan publik, berwatak desentralisasi dan bersperspektif keadilan dan kesetaraan gender, jelasnya.
Wahyu mengatakan Migrant Care juga menolak likuidasi UU No. 18/2017 ke dalam rencana Omnibus Law bidang Ketenagakerjaan.
Berita Terkait
IOJI apresiasi putusan MK teguhkan pelaut migran
Selasa, 3 Desember 2024 19:52
Bejat!!, Seorang ayah di Lombok Timur perkosa anak kandungnya
Sabtu, 30 November 2024 21:08
Jenazah warga NTB korban kecelakaan di Malaysia telah dipulangkan
Jumat, 29 November 2024 12:49
Kemnaker siapkan penempatan 100 ribu PMI di Jepang
Selasa, 3 September 2024 20:02
Menaker dan Dubes Yordania bahas upaya penempatan PMI
Kamis, 1 Agustus 2024 19:53
Pemprov NTB usulkan revisi perlindungan PMI ke Timwas DPR
Selasa, 23 Juli 2024 22:02
BP2MI dukung upaya "link and match"
Senin, 10 Juni 2024 18:52
BP2MI terus melakukan sosialisasi aturan baru pengiriman barang
Senin, 10 Juni 2024 18:22