Jakarta (ANTARA) - Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan bahwa mencuci tangan sebelum memegang mulut, hidung, dan mata merupakan cara utama mencegah penularan virus corona jenis baru (2019-nCov), yang telah menimbulkan wabah di sebagian wilayah China dan menyebar ke 24 negara lain.
"Kalau penderita bersin lalu ada tetesan yang jatuh ke meja kita sekarang ini lalu orang memegangnya, maka orang itu bisa kena, atau orang batuk di bus atau kereta sudah menutup mukanya tapi lalu memegang gantungan kemudian setelah ia turun orang memegang gantungan, bisa menular kalau orang itu langsung memegang mulut, hidung, mata. Jadi cuci tangan itu penting," kata Amin di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Kamis.
Dalam rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pariwisata Wishnutama, Menteri Sosial Juliari Batubara, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro dan pejabat terkait lain, ia menjelaskan bahwa virus corona tidak bisa hidup lama di luar sel.
"Virus corona tidak bisa hidup di luar sel yang kering, hanya bisa hidup di situ satu hari, jadi tidak bisa masuk ke tubuh. Maka yang penting cuci tangan," katanya.
Amin menegaskan bahwa hingga saat ini belum belum ada kasus yang dikonfirmasi sebagai kasus infeksi virus corona (2019-nCov) di wilayah Indonesia.
Indonesia, menurut dia, juga memiliki cukup fasilitas pendukung untuk mendeteksi kasus infeksi virus corona.
"Yang punya alatnya juga cukup banyak, bukan hanya lab perguruan tinggi tapi juga pihak swasta, tapi swasta kan tidak rutin pemeriksaan untuk virus corona. Yang saya tahu saat ini yang memeriksa adalah Litbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) Kementerian Kesehatan dan kedua di Lembaga Eijkman," tambah Amin.
Ia menjelaskan pula bahwa alat pendeteksi suhu tubuh yang dipasang di pelabuhan dan bandara di Indonesia hanya digunakan untuk penapisan penumpang yang demam.
"Tidak semua yang demam itu coronavirus tapi sebagai screening (penapisan) kalau ada yang demam akan minta diperiksa, tentu akan ditanya ke mana saja sebelumnya, 14 hari sebelumnya," kata Amin.
Sebanyak 238 orang yang menjalani observasi di Natuna setelah dievakuasi dari Wuhan, China, menurut dia, tidak perlu menjalani pemeriksaan lanjutan selama tidak menunjukkan gejala yang mengarah pada gejala infeksi virus corona.
"Dalam prosedurnya sebenarnya tidak perlu selama mereka tidak menunjukkan gejala tetapi saya dengar Kemenkes akan mengulangi proses pemeriksaan seperti waktu sebelum mereka berangkat. Kan mereka diperiksa dulu di sana klinisnya juga, kalau negatif, klinisnya bagus, sehat, baru boleh karena pemerintah China mengeluarkan kebijakan bila ada gejala tak boleh pergi," ungkap Amin.
Pemerintah Indonesia sudah menerapkan berbagai kebijakan guna mencegah penyebaran virus corona, termasuk menghentikan sementara penerbangan langsung dari dan ke China daratan sejak 5 Februari 2020.
Selain itu, pemerintah menerapkan pembatasan terhadap semua pendatang yang baru tiba dari China daratan dan mereka yang sudah berada di sana selama 14 hari tidak diperbolehkan masuk maupun transit di Indonesia.
Pemerintah juga menghentikan sementara kebijakan bebas visa kunjungan maupun pemberian visa saat kedatangan bagi warga China daratan serta meminta WNI untuk sementara tidak melakukan perjalanan ke China daratan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), per 5 Februari 2020 ada 24.554 kasus penyakit pernafasan akut akibat infeksi virus corona baru yang dikonfirmasi dan 24.363 di antaranya dilaporkan di China.
China melaporkan 24.363 kasus infeksi virus corona dan 491 di antaranya mengakibatkan kematian. Di luar China, 191 kasus infeksi virus corona dilaporkan di 24 negara dan satu di antaranya berakibat kematian.
Guna mencegah penularan virus corona, Pemerintah Cina telah mengisolasi sejumlah kota sebagai bagian dari tindakan karantina dan menerapkan larangan bepergian pada hampir 10 juta warga di beberapa provinsi.