MAHASISWA HARUS JADI AGEN PERUBAHAN KONSTRUKTIF

id

Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari "Central for Strategic International Studies" Dr J Kristiadi berharap mahasiswa tetap menjadi agen pembawa perubahan yang konstruktif dalam proses demokratisasi, penegakan hukum, pertumbuhan ekonomi dan perbaikan karakter bangsa.

"Empat hal pokok ini harus menjadi pegangan mahasiswa dalam proses membekali diri dengan ilmu pengetahun secara teori dan praktik, karena merupakan titik tolak dalam proses pembangunan bangsa Indonesia menjadi lebih baik ke depan," katanya di Kupang (23/10).

Ia mengatakan hal ini di sela-sela kegiatan "Orientasi Pemantapan Budaya dan Stabilitas Politik" yang diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang Linmas) Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang pada 22-23 Oktober 2010.

Menurut dia, untuk mencapai perubahan yang konstruktif dalam proses demokratisasi, penegakan hukum, pertumbuhan ekonomi dan perbaikan karakter bangsa, maka mahasiswa harus berani mengatakan salah dan benar segara tegas dan independen tanpa diprovokasi atau diperalat oleh siapapun.

Untuk terhindar dari kemungkinan diboncengi dalam setiap gerakan menuju perubahan, maka apa yang dilakukan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah memprakarsai sebuah gerakan nasional untuk mendorong perubahan, yang melibatkan elemen-elemen pergerakan kemahasiswaan di Jakarta, hari ini merupakan salah satu langkah maju menuju perwujudan empat hal pokok tersebut.

"Targetnya ialah memberi kontribusi positif dan konstruktif secara kritis bagi terjadinya perbaikan jalannya demokrasi yang semakin bermartabat demi kelancaran pembangunan yang semakin prorakyat dan berdiri di atas postulat konstitusi berdasarkan Pancasila," kata Sekjen Presidium Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cokro Wibowo, di Jakarta, Sabtu.

Perhelatan yang dipusatkan di sebuah galeri di Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM) ini, menurut dia, merupakan upaya awal melakukan konsolidasi dan menyatukan gerakan mendorong perubahan secara konstruktif.

"Diskusi kali ini hanya dari, oleh dan untuk mahasiswa demi Indonesia tercinta. Tak ada niat saja sekali untuk melakukan aksi destruktif. Seperti kata Bung Karno, `kita harus selalu berada bersama kepentingan rakyat, jangan menyakiti mereka`. Karena Negara ini didirikan dan dibangun untuk kepentingan rakyat tanpa memandang latarnya," ujarnya.

Tercatat delapan aktivis tampil sebagai narasumber diskusi tersebut, yakni Adien (PB PMII), Fito (PP PMKRI), M Ridho (PB PII), Imadudin (BEM UI), M Fadly (BEM UMJ), Muhammad (Kornas BEM Nusantara), Alit (UBK), Wendra (Persatuan Mahasiswa, juga fungsionaris KAMTRI, di samping tiga wakil organisasi penyelenggara.

"Kami perlu untuk terus berkonsolidasi, karena tantangan bersama semakin tidak mudah. Para intelektual muda perlu semakin peduli terhadap masalah-masalah yang dihadapi mayoritas rakyat," katanya.

Menurut Kristiady, mahasiswa yang sejak dulu diberi predikat sebagai agen pembaharuan dan sebagai kekuatan ketiga setelah birokrasi dan TNI serta pers dalam proses pembangunan demokratisasi, harus juga selalu menyelaraskan ilmu yang dimiliki dengan perilaku dan cara pandang yang jauh ke depan tentang apa yang akan terjadi.

Selain itu, tindakan menyelaraskan ilmu dan tindakan penting dilakukan juga sehingga nantinya akan menghasilkan generasi yang cerdas, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti dan peduli terhadap sesama manusia dan lingkungan.

Untuk itu, mahasiswa dituntut memiliki "soft skill". Melalui pembelajaran tersebut mereka akan memahami pentingnya beretika, kreativitas, inisiatif.

Ia mengatakan, mahasiswa selain memperoleh ilmu pengetahuan, juga harus memahami hal-hal yang bersifat positif yang berasal dari diri sendiri, sepertu jujur dan bertanggungjawab, sehingga diharapkan mampu meraih kesuksesan dalam hidupnya.

Dengan kemampuan "soft skill" yang dimilikinya tersebut juga akan menumbuhkan kreativitas mahasiswa dalam berhubungan dengan orang lain dan juga sebagai keterampilan mengatur diri sendiri.

Namun untuk meraih berbagai kemampuan tersebut, mahasiswa harus mampu menyeimbangkan keahliannya agar bisa hidup sukses di dunia kerja dan di tengah-tengah masyarakat melalui kemampuan kognitif dan "soft skill" yang dimilikinya.(*)