Rafah (ANTARA) - Sekitar 100 aktivis pro-Palestina, yang menjadi bagian dari konvoi bantuan Asia, menyeberang ke Jalur Gaza dari Mesir pada Senin pagi, demikian dilaporkan wartawan foto AFP.
Kapal bantuan konvoi itu diperkirakan tiba di Gaza pada malam hari, setelah melakukan perjalanan terpisah dari Suriah ke Mesir, kata penyelenggara India, Feroz Mesberola.
Seorang pejabat keamanan Mesir mengatakan kepada AFP, sekitar 20 orang Iran dan beberapa Yordania yang mengambil bagian dalam konvoi itu tidak diberi visa untuk memasuki Mesir.
Konvoi itu, yang bernama Asia 1, meninggalkan India pada awal Desember dan direncanakan tiba di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas pada 27 Desember, peringatan tahun kedua ofensif "Operasi Cast Lead" Israel di wilayah tersebut.
Kapal itu membawa bantuan obat, makanan dan mainan senilai satu juta dolar, serta empat bis dan sepuluh generator listrik bagi rumah-rumah sakit, kata sejumlah pejabat Palestina.
Konvoi itu diselenggerakan oleh Lembaga Bantuan Kemanusiaan Turki (IHH), yang berusaha merangkai upaya gagal sebelumnya untuk mematahkan embargo Israel terhadap Gaza dengan konvoi bantuan angkatan laut pada Mei 2010.
Upaya itu berakhir dalam bencana ketika pasukan komando angkatan laut Israel menyerbu armada kapal bantuan itu, yang menewaskan sembilan orang.
Israel dihujani kecaman dan menjadi sorotan dunia setelah serangan mematikan pada Mei itu.
Laporan yang dikeluarkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 22 September menyebutkan, ada "bukti jelas untuk mendukung penuntutan" terhadap Israel karena pembunuhan dan penyiksaan yang disengaja dalam serangan Mei yang menewaskan sembilan aktivis Turki itu.
Israel menolak laporan itu dengan menyebutnya sebagai bias dan mendukung satu pihak dan menekankan bahwa mereka bertindak sesuai dengan hukum internasional.
Pasukan komando Israel menyerbu kapal-kapal dalam armada bantuan yang menuju Jalur Gaza pada 31 Mei. Sembilan aktivis Turki pro-Palestina tewas dalam serangan di kapal Turki, Mavi Marmara, yang memimpin armada kapal bantuan itu menuju Gaza.
Israel berkilah bahwa penumpang-penumpang kapal itu menyerang pasukan, namun penyelenggara armada kapal itu menyatakan bahwa pasukan Israel mulai melepaskan tembakan begitu mereka mendarat.
Hubungan Israel-Turki terperosok ke tingkat terendah sejak kedua negara itu mencapai kemitraan strategis pada 1990-an akibat insiden tersebut.
Turki memanggil duta besarnya dari Tel Aviv dan membatalkan tiga rencana latihan militer setelah penyerbuan itu. Turki juga dua kali menolak permohonan pesawat militer Israel menggunakan wilayah udaranya.
Setelah serangan itu, Mesir, yang mencapai perdamaian dengan Israel pada 1979, membuka perbatasan Rafah-nya untuk mengizinkan konvoi bantuan memasuki wilayah Gaza -- kalangan luas melihatnya sebagai upaya untuk menangkal kecaman-kecaman atas peranan Mesir dalam blokade itu.
Kairo, yang berkoordinasi dengan Israel, hanya mengizinkan penyeberangan terbatas di perbatasannya sejak Hamas menguasai Gaza pada 2007.
Di bawah tekanan-tekanan yang meningkat, Israel kemudian meluncurkan penyelidikan bersama dua pengamat internasional atas serangan itu. Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mendorong penyelidikan terpisah PBB dengan keikutsertaan Israel dan Turki.
Israel juga mengendurkan blokade terhadap Gaza dengan mengizinkan sebagian besar barang sipil masuk ke wilayah pesisir tersebut.
Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa hampir tiga tahun lalu.
Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.
Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.
Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.(*)