Mataram - Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono mengatakan Jepang membutuhkan pasokan "raw material" atau bahan mentah untuk merekonstruksi fasilitas yang rusak akibat gempa dan tsunami.
"Selama masa rekonstruksi Jepang akan memerlukan banyak "raw material" seperti baja, semen, bahkan gas," katanya usai penandatanganan nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI) dan Universitas Mataram (Unram), di Mataram, Kamis.
Menurut dia, gempa berkekuatan 9 Skala Richter (SR) disertai tsunami berdampak terhadap ekspor Indonesia, namun diperkirakan tidak terlalu lama.
"Memang dalam jangka pendek pasti akan mengganggu ekspor kita, karena sebagian tujuan ekspor barang kita ke Jepang, tetapi tidak sebanyak negara-negara lain," ujarnya.
Hartadi juga menyampaikan analisa mengenai dampak konflik di Libya. Ia berpendapat pengaruh konflik di salah satu negara kaya minyak itu tidak begitu besar terhadap kepercayaan investor di Indonesia dan nilai tukar mata uang rupiah.
Rupiah dalam beberapa hari ini justru cenderung menguat terhadap mata uang dolar AS.
Menurut dia, menguatnnya nilai mata uang rupiah, meski kondisi perekonomian dunia sedikit terganggu, disebabkan faktor fundamental yang masih kuat untuk menarik investor.
Para pemilik modal menilai prospek berinvestasi di Indonesia masih tetap bagus.
"Saya sebenarnya khawatir, tetapi faktanya rupiah malah menguat. Memang ada dampak persitiwa global itu terhadap melemahnya pasar saham dan nilai tukar mata uang di dunia. Namun untuk Indoensia kelemahan itu terbatas," ujarnya.
Dampak negatif yang paling menonjol akibat perang di Libya, menurut dia, adalah naiknya harga bahan bakar minyak nonsubsidi yang diimpor seperti pertamax, yang terus naik hingga mencapai Rp8.700 per liter.
Masalah lain yang timbul akibat gejolak harga minyak dunia adalah membengkaknya anggaran untuk mensubsidi bahan bakar minyak.
Namun di sisi lain, kata Hartadi, kenaikan harga minyak dunia tersebut juga menguntungkan penerimaan negara dari ekspor minyak mentah.
"Upaya agar ekonomi Indonesia tidak terganggu akibat kenaikan harga bahan bakar minyak di pasar dunia itu tergantung dari kebijakan yang ditempuh pemerintah," ujarnya.
Namun ia menilai salah satu langkah yang harus ditempuh untuk mengamankan kondisi ekonomi agar tetap stabil di tengah peristiwa global yang cenderung berimplikasi terhadap upaya mendorong pertumbuhan ekonomi adalah mengajak masyarakat menanam portofolio jangka panjang dan memupuk cadangan devisa.
"Menanam portofolio jangka panjang dan memupuk cadangan devisa secara pelan-pelan akan meredam syok akibat pengaruh peristiwa global. Itu kebijakan moneter kita," ujarnya.