Perlu peta risiko bencana pantai dan laut sebagai mitigasi

id tsunami senyap,tsunami pangandaran

Perlu peta risiko bencana pantai dan laut sebagai mitigasi

Plt. Kapusdatinkom BNPB Abdul Muhari dalam diskusi virtual tentang tsunami Pangandaran, dipantau Jakarta, Sabtu (17/7/2021) (ANTARA/Prisca Triferna)

Jakarta (ANTARA) - Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan selain peta risiko bencana di darat, diperlukan juga untuk pantai dan laut.

"Tujuannya akan menjadi dasar untuk evakuasi kapal, karena kapal-kapal harus sudah keluar dari pelabuhan sebelum putihnya gelombang tsunami itu terlihat dari darat," kata Abdul Muhari, dalam diskusi virtual tentang tsunami senyap, yang dipantau dari Jakarta, Sabtu.

Hal itu penting karena ketika gelombang tsunami sudah terlihat dari daratan, maka berarti jaraknya sudah dekat dari daratan dan kecepatan kapal tidak akan mampu menahan daya dorong dari gelombang tsunami.

Langkah itu, katanya, perlu dilakukan mengingat dampak tsunami tidak hanya muncul dari gelombang, tapi juga dari kerusakan yang dapat ditimbulkan dari properti yang terbawa karena gelombang.

Dalam diskusi yang dilakukan mengenai tsunami senyap di Pangandaran yang terjadi 15 tahun silam dan menelan korban ratusan jiwa, Abdul secara spesifik menyoroti daerah selatan Jawa yang memiliki banyak pelabuhan, baik umum maupun khusus ikan dengan berskala kecil sampai besar.

Tidak hanya itu terdapat pula sektor perminyakan, seperti yang berada di daerah Cilacap. Karena itu diperlukan kehatian-hatian akan potensi tsunami fire atau kebakaran yang terjadi ketika tsunami terjadi.

Merujuk pada gempa di Jepang pada 2011, kata dia, ketika terjadi tsunami dengan beberapa kota teredam air akibat gelombang tsunami, tapi di saat bersamaan banyak bangunan terbakar.

Karena itu, menurut Muhari, dilakukan beberapa langkah dan upaya mitigasi di kawasan pantai, terutama di daerah padat penduduk, seperti menggunakan jembatan penyeberangan yang dimodifikasi untuk berfungsi juga sebagai fasilitas evakuasi sementara, terutama di daerah wisata, di mana banyak pendatang tidak mengenal kontur wilayah dengan baik.

Dia juga menegaskan bahwa kawasan evakuasi harus berada di dekat atraksi pariwisata untuk mempermudah masyarakat melakukan evakuasi.

Selain itu, menurut dia, vegetasi juga dapat dimanfaatkan untuk menjadi sabuk hijau yang dapat menahan gelombang tsunami masuk ke daratan.

"Kalau gunung pasir ini kita kombinasikan dengan vegetasi itu sama prinsipnya, seperti yang dilakukan Jepang, jadi merestorasi sabuk hijau mereka di bukit buatan yang mereka bangun dari serpihan tsunami," ujarnya.