JPU nilai eksepsi terdakwa korupsi benih jagung masuk pokok perkara

id tanggapan eksepsi,jpu,sidang korupsi,korupsi benih jagung,jagung ntb,pengadilan mataram

JPU nilai eksepsi terdakwa korupsi benih jagung masuk pokok perkara

Terdakwa Lalu Ikhwanul Hubby, direktur perusahaan penyedia barang dari PT Wahana Banu Sejahtera (WBS), duduk di kursi pesakitan mendengarkan tanggapan JPU terkait eksepsinya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, NTB, Selasa (7/9/2021). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Jaksa penuntut umum (JPU) menilai eksepsi atau nota keberatan milik terdakwa korupsi pengadaan benih jagung hibrida varietas balitbang pada Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Nusa Tenggara Barat tahun anggaran 2017, Aryanto Prametu, sudah masuk ke dalam materi pokok perkara.

"Karena semuanya (eksepsi terdakwa) sudah masuk dalam materi pokok perkara yang baru akan dibuktikan setelah masuk pemeriksaan pokok perkara, maka keberatan yang dikemukakan oleh penasehat hukum terdakwa tidak perlu kami tanggapi," kata JPU Budi Tridadi Wibawa dalam sidang dengan agenda tanggapan eksepsi terdakwa di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Selasa.

Penilaian terhadap eksepsi terdakwa yang berperan sebagai direktur perusahaan penyedia barang dari PT Sinta Agro Mandiri (SAM) tersebut berkaitan dengan adanya peran sejumlah pihak yang terlibat dalam kasus ini masih berstatus sebagai saksi.

Peran saksi yang keterlibatannya belum terungkap dalam perkara ini berasal dari kalangan pejabat pemerintahan maupun seorang perempuan bernama Diahwati, pengusaha katering yang berperan sebagai broker produsen benih jagung dari Jakarta.

Kalangan pejabat tersebut antara lain, Kepala Biro Bina Administrasi Pengendalian Pembangunan dan LPBJP Setda Propinsi NTB Swahip, pejabat yang menerbitkan surat perintah tugas pembentukan kelompok kerja (pokja) barang tim 75 pada 5 September 2017.

Pokja barang tim 75 ini bertugas untuk melakukan penunjukan langsung pada paket pengadaan benih jagung hibrida dengan nilai anggaran Rp17,28 miliar.

Begitu juga dengan peran Kepala Bidang Tanaman Pangan Distanbun NTB Lalu Muhammad Syafriari yang terlibat bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek, Ida Wayan Wikanaya dalam survei stok benih jagung hibrida balitbang di gudang PT Sadar Tani Bersaudara di Jombang, Jawa Timur.

Dalam pengecekan yang turut dihadiri Diahwati, Syafriari bersama Wikanaya mengetahui bahwa stok benih jagung pada gudang PT Sadar Tani Bersaudara milik Masykur dan diklaim Diahwati sebagai benih untuk pemenuhan stok PT SAM, itu sebenarnya disiapkan untuk PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).

Termasuk keterlibatan produsen benih CV Tani Tandur asal Kediri, Jawa Timur yang hanya berperan sebagai pemenuhan syarat formalitas dari penunjukan langsung PT SAM sebagai penyedia barang.

Begitu juga dengan pernyataan terdakwa dalam eksepsinya yang menyatakan bahwa perkara pidana yang muncul dalam paket pengadaan ini sudah seharusnya menunggu putusan perkara perdatanya yang kini sedang berjalan di Pengadilan Negeri Mataram.

Sengketa perdata Aryanto Prametu itu berkaitan dengan gugatannya kepada broker benih jagung, Diahwati.

"Bahwa pada dasarnya tidak ada aturan atau peraturan perundang-undangan yang secara umum dan spesifik menentukan perkara yang harus didahulukan antara pidana dengan perdata di antara dua pihak yang berselisih," ujar Budi.

Karena berdasarkan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1/1956, menyebutkan pengadilan dalam pemeriksaan perkara pidana tidak terikat oleh suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya suatu hak perdata.

Selain itu, dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4/1980 disebutkan bahwa hakim pidana tidak terikat pada putusan hakim perdata yang bersangkutan, seperti dinyatakan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1/1956.

Begitu juga dengan penilaian penuntut umum terhadap nota keberatan terdakwa Lalu Ikhwanul Hubby, direktur perusahaan penyedia barang dari PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).

JPU dalam tanggapannya yang disampaikan Wayan Suryawan, menyatakan tidak sependapat dengan eksepsi terdakwa. Salah satunya berkaitan dengan penempatan subjek hukum yang bertanggung jawab dalam perkara ini.

Bahwa dalam Pasal 20 Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 31/1999 menyatakan Tindak pidana Korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun lainnya, atau bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.

Dengan demikian, lanjut Wayan, korporasi baru dapat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi, jika, orang-orang yang berdasarkan hubungan kerja maupun lainnya, bertindak masih dalam batas lingkungan tugas dan usaha koorporasi.

"Jadi, jika sampai orang-orang tersebut bertindaknya sudah di luar atau tidak lagi dalam batas-batas lingkungan tugas dan usaha korporasi, maka tidak dapat dikatakan bahwa korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi, tetapi yang melakukan tindak pidana korupsi adalah orang-orang yang bersangkutan," kata Wayan.

Pendapat demikian disampaikannya berdasarkan buku Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, edisi Kedua, Hal.154, R. Wiyono, SH.

"Karenanya, sudah sangat jelas pendapat yang disampaikan penasehat hukum dalam nota keberatan tidak berdasarkan pemahaman surat dakwaan penuntut umum secara seksama," ujarnya.

Dari pendapat JPU terkait tanggapan eksepsi kedua terdakwa, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram Catur Bayu Sulistiyo menyatakan sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada Selasa (14/9) pekan depan dengan agenda putusan sela.