DPRD Mataram mengapresiasi program "Sabtu Budaya" di sekolah

id sabtu ,budaya,dpr

DPRD Mataram mengapresiasi program "Sabtu Budaya" di sekolah

Ilustrasi - Sejumlah siswa di SDN 47 Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menggunakan "Lambung" yang merupakan pakaian adat Suku Sasak sebagai implementasi "Sabtu Budaya" yang merupakan program dari Dinas Pendidikan setempat. (ANTARA/HO)

Mataram (ANTARA) - Kalangan DPRD Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengapresiasi program "Sabtu Budaya" yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan pada SD/MI dan SMP/MTs, sebagai upaya mengenalkan budaya lokal sejak dini kepada siswa.

"Kita memberikan apresiasi ke Dinas Pendidikan (Disdik) yang telah menerapkan program 'Sabtu Budaya' di semua sekolah. Kami mendorong agar program ini bisa terus ditingkatkan dengan berbagai inovasi dan kreativitas masing-masing sekolah," kata Anggota Komisi III DPRD Kota Mataram Nyanyu Ernawati di Mataram, Senin.

Hal tersebut disampaikan menyikapi kebijakan Disdik yang menerapkan program "Sabtu Budaya", mulai Sabtu (27/11), untuk siswa dan guru tingkat SD/MI dan SMP/MTs. "Sabtu Budaya" dilaksanakan sekali sebulan yakni pada minggu ketiga setiap bulan.

Menurutnya, program "Sabtu Budaya" dapat tetap mempertahankan budaya lokal sehingga anak-anak bisa berkepribadian dalam kebudayaan dan tidak melupakan akar budaya daerah sendiri dengan banyaknya hantaman budaya-budaya luar.

"Alhamdulillah dengan adanya kebijakan untuk menggunakan pakaian dan bahasa daerah anak-anak bisa tetap berkepribadian dalam budaya. Semoga ke depan kuliner-kuliner lokal juga terus dikembangkan," katanya.

Terkait dengan itu, ia berharap, program "Sabtu Budaya" bisa dilaksanakan sekali seminggu, tidak sebulan sekali seperti yang diterapkan saat ini.

"Pelaksanaan 'Sabtu Budaya' yang diputuskan sekali sebulan tentu sudah melalui kajian dan diskusi dengan para pakar. Tapi kalau lebih sering, akan lebih baik juga," katanya.

Untuk konsistensi program "Sabtu Budaya" ini, tambah Erna, perlu dukungan semua pihak tidak hanya dari kalangan Dinas Pendidikan dan sekolah, tetapi juga orang tua.

Artinya, katanya, dalam hal ini orang tua jangan sampai merasa diberatkan dengan program itu. Pasalnya, program "Sabtu Budaya" tidak mengharuskan siswa menggunakan pakai adat Suku Sasak yang baru.

Pakaian adat "Lambung" atau kebaya untuk perempuan, serta sarung dan sapuk (ikat kepala) untuk anak laki-kali, menjadi pakaian yang paling mudah digunakan dan didapatkan.

"Saya rasa semua pasti punya di rumah dan tidak perlu baru. Kalau tidak kita yang mengajarkan untuk jaga dan melestarikan budaya siapa lagi. Karena itu kita perlu mengajarkan anak-anak sedini mungkin," katanya.