Busan, Korea Selatan (ANTARA) - Indonesia tercatat sebagai negara asing yang mempunyai antusiasme paling tinggi terhadap Korea dengan persentase 86,3%, menurut Survei Hallyu Luar Negeri 2024 yang dirilis Pemerintah Korea Selatan, akhir tahun lalu.
Melalui budaya populer, Korea sukses menarik minat masyarakat Indonesia terhadap aspek lain negeri ginseng itu. Bukan hanya produk kosmetik dan kuliner, tapi juga bahasa yang tidak bisa langsung dinikmati, melainkan harus dipelajari.
Melihat fenomena ini, Pemerintah Indonesia semakin menggenjot promosi budaya dan bahasa Indonesia di Korea Selatan, agar pertukaran kebudayaan terjadi seimbang. Kedutaan Besar RI di Seoul menjalankan salah satu program unggulan, yakni Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA).
“Jadi kita berusaha untuk mengimbangi bagaimana Bahasa Indonesia juga bisa booming di Korea,” kata Atase Pendidikan KBRI Seoul Amaliah Fitriah kepada para peserta Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea.
Dalam pertemuan yang diselenggarakan Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Seoul tersebut, Amaliah menyebut BIPA Korea setara dengan program King Sejong Institute di Indonesia.
Sejak 2021, BIPA Korea dijalankan dua kali setahun dengan durasi masing-masing selama tiga bulan. Saat ini sedang berlangsung pembelajaran dalam Batch 8, dengan peserta mencapai 950 orang warga negara Korea.
Itupun, bukan hanya mereka yang tinggal di Korea, namun juga yang berada di Indonesia dan beberapa negara lain, seperti Australia dan Vietnam. Pembelajaran daring memungkinkan hal itu terjadi.
“Kami menyediakan learning management system atau LMS yang kami kembangkan sejak tahun 2023, sehingga warga negara Korea yang berada di manapun bisa belajar Bahasa Indonesia di KBRI Seoul,” ujar Amaliah.
Peminat Bahasa Indonesia di Korea ternyata tidak bisa dibilang sedikit. Di tahun 2023 lalu, KBRI Seoul mengumpulkan 1.391 pemelajar secara total dalam Batch 4 dan 5 hingga dianugerahi penghargaan MURI untuk peserta BIPA terbanyak.
Antusiasme setiap tahun kian meningkat dan kini BIPA Korea memfasilitasi tingkat pembelajaran lengkap, level 1 sampai level 7, mulai dari pemula, menengah, hingga tingkat lanjut. Padahal di awal pembukaan program, hanya ada level 1 dan 2 untuk pemula.
Menariknya, untuk setiap level dilakukan ujian dalam bentuk menyenangkan: lomba kemahiran berbahasa. Ada yang berupa baca puisi, mendongeng, menyanyi, hingga promosi wisata. Tes akhir ini bakal menjadi portofolio para peserta dalam berbahasa Indonesia.
Tak ada batasan kelompok atau profesi untuk bergabung di kelas BIPA Korea. Karena itu, peserta yang berpartisipasi datang dari berbagai kalangan, termasuk pelajar usia remaja, mahasiswa, pekerja, hingga lanjut usia.
Bagian menarik lainnya, pemelajar BIPA Korea tidak dipungut biaya.
Indonesia Centre
Untuk segmentasi lain yang lebih spesifik, kegiatan promosi budaya dan bahasa dilakukan melalui sebuah pusat kebudayaan yang baru diresmikan pada 2022 lalu di Busan University of Foreign Studies (BUFS) bernama Indonesia Centre.
Indonesia Centre, menurut KBRI Seoul, merupakan bentuk pendekatan langsung dalam upaya promosi dan diplomasi kebudayaan. Penempatan di Busan sebagai kota terbesar kedua dan kota bisnis Korea Selatan dianggap sebagai langkah strategis.
Direktur Indonesia Centre Kim Ye Kyoum menekankan soal prinsip saling menguntungkan atau resiprokal dalam pertukaran budaya. Karena itu, pusat kebudayaan yang ia pimpin itu berfokus pada kampanye kesadaran budaya Indonesia.
Selama dua tahun terakhir, Indonesia Centre menggelar Indonesia Week sebagai acara tahunan untuk memperkenalkan seni budaya dan kuliner Tanah Air, khususnya kepada warga kampus BUFS.
Pun begitu, aspek pertukaran kebudayaan itu mestinya tidak terbatas pada budaya, namun juga terkait berbagai bidang lain seperti bisnis dan investasi.
“Indonesia Centre di BUFS sedang berupaya untuk mengembangkan dan menyelenggarakan pertukaran budaya di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan masyarakat saat ini,” kata Kim.
“Sebagai contoh, terdapat program seperti ‘Bahasa dan Bisnis’ atau ‘Bahasa dan Investasi’,” dia menambahkan.
Kim, yang juga seorang Profesor di Departemen Studi Indonesia dan Malaysia BUFS, mengamati mulai ada perubahan persepsi yang terjadi pada masyarakat Korea terhadap Indonesia.
Di mata warga Korea Selatan, Indonesia bukan sekadar Bali (tempat tujuan wisata). Tentu hal bagus ketika Indonesia dianggap sebagai pilihan tempat berlibur, namun lebih dari itu, kini Indonesia “dikenal sebagai negara yang bekerja sama dalam berbagai bidang”.
Contohnya di bidang pertahanan, Indonesia dan Korea menggarap bersama proyek jet tempur KF-21 Boramae yang terkenal. Dalam bidang diplomasi, Indonesia juga turut memberikan suara dalam upaya reunifikasi dua Korea.
Baca juga: Universitas Hamzanwadi Lombok Timur gandeng Korsel perkuat seni dan BIPA
Secara khusus di Departemen Studi Indonesia dan Malaysia BUFS, ketertarikan para mahasiswa pada Indonesia kebanyakan berlatar belakang bisnis, terkait dengan pilihan karier mereka untuk masa mendatang.
Artinya, keberadaan perusahaan Korea yang bersinggungan dengan Indonesia, baik yang beroperasi di negara itu maupun di Indonesia, mendorong minat generasi muda Korea mempelajari Indonesia, termasuk bahasanya.
Baca juga: Kemendikbudristek meningkatkan kepakaran pengajar lokal BIPA
Sekarang ini tercatat ada sekitar 120 mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia di BUFS, berarti rata-rata 30 mahasiswa per tahun. Sayangnya jumlah itu belum bisa mengejar angka sebelum pandemi yang mencapai 160 mahasiswa.
“Saya melihat mereka sangat berminat pada Indonesia karena negara ini dianggap sebagai blue ocean terbesar di ASEAN untuk masa depan mereka,” kata Kim.
Dengan apapun latar belakang, alasan, atau tujuan warga Korea mempelajari Bahasa Indonesia, upaya untuk mendongkrak terus popularitas kebudayaan Indonesia—di tengah gelombang besar Hallyu—layak diberi pengakuan dan perhatian.