Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) kembali mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2021 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, mengatakan pencapaian opini WTP selama 19 tahun terakhir merupakan wujud komitmen BI untuk senantiasa mewujudkan tata kelola yang baik dan konsisten, serta meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan untuk menjaga kredibilitas bank sentral.
Hal tersebut juga sebagai pemenuhan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Pasal 61 Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009.
Baca juga: BI melatih pengurus masjid se-Lombok kembangkan ekonomi berbasis digital
Ia mengatakan BI senantiasa berupaya meningkatkan pelaksanaan tata kelola yang baik dan kualitas pengelolaan keuangan guna menjaga kredibilitas sebagai bank sentral.
Dalam Laporan Keuangan Tahunan BI Tahun 2021, neraca bank sentral tercatat surplus setelah pajak sebesar Rp19,17 triliun pada tahun lalu. Namun, angka tersebut menurun dari surplus tahun 2020 yang sebesar Rp26,28 triliun.
Penurunan surplus terjadi karena beban bank sentral yang meningkat dari Rp52,74 triliun menjadi Rp70,9 triliun. Sementara itu, penghasilan otoritas moneter meningkat Rp87 triliun menjadi Rp96,38 triliun.
Beban bank sentral meliputi pelaksanaan kebijakan moneter Rp28,44 triliun, pengelolaan sistem pembayaran Rp 3,82 triliun, pengaturan dan pengawasan makroprudensial Rp424,01 miliar, hubungan keuangan dengan pemerintah Rp26,36 triliun, serta beban umum dan lainnya Rp11,84 triliun.
Lebih perinci, beban pelaksanaan kebijakan moneter terdiri atas beban bunga Rp24,93 triliun, beban imbalan Rp2,58 triliun, dan lainnya Rp918,79 miliar.
Baca juga: Bank Indonesia-Legislator motivasi UMKM NTB jadi pahlawan devisa
Selanjutnya, beban hubungan keuangan dengan pemerintah terdiri dari remunerasi Rp7,33 triliun, beban kontribusi surat berharga negara (SBN) pemulihan ekonomi nasional (PEN) barang publik Rp13,11 triliun, beban kontribusi SBN PEN barang non publik Rp5,77 triliun, serta beban kontribusi SBN PEN kesehatan Rp147,8 miliar.
Di sisi lain, penghasilan bank sentral berasal dari pelaksanaan kebijakan moneter Rp94,48 triliun, pengelolaan sistem pembayaran Rp188,25 miliar, pengaturan dan pengawasan makroprudensial Rp3,34 miliar, pendapatan dan penyediaan pendanaan Rp104,18 miliar, serta pendapatan lainnya Rp1,6 triliun.
BI turut mencatatkan total aset Rp3.481,92 triliun, naik dari tahun 2020 yang sebesar Rp 3.044,83 triliun. Liabilitas bank sentral juga tercatat dalam jumlah yang sama dengan total aset.
Berita Terkait
Pegawai non PNS sedikit yang paham keuangan syariah
Kamis, 26 September 2024 12:27
BI NTB kendalikan inflasi melalui perluasan klaster cabai di Pulau Sumbawa
Minggu, 22 September 2024 16:05
Surplus neraca perdagangan perkuat ketahanan eksternal ekonomi
Rabu, 18 September 2024 6:54
BSI resmi meluncurkan Indonesia Islamic Financial Center
Selasa, 17 September 2024 11:51
Fesyar Jawa 2024 targetkan outcome Rp2 miliar
Sabtu, 14 September 2024 6:26
Bank Indonesia apresiasi pengelolaan kas titipan Bank NTB Syariah di Sumbawa
Rabu, 11 September 2024 21:18
Bank Indonesia apresiasi pengelolaan kas titipan di Pulau Sumbawa
Rabu, 11 September 2024 19:04
UMKM Binaan BI NTB Ekspor Kerajinan Rotan ke Jerman
Rabu, 11 September 2024 6:46