DAHLAN ISKAN, WARTAWAN ITU JADI MENTERI

id

     Jakarta (ANTARA) - Enam orang dipanggil Presiden Susilo Yudhoyono untuk ditunjuk menjadi menteri di kementerian masing-masing, termasuk Letnan Jenderal TNI Marciano Norman, yang akan menjadi kepala Badan Intelijen Negara. Jika tiada rintangan, ketetapan SBY itu akan resmi diberlakukan pada 19 Oktober nanti di Istana Merdeka, Jakarta Pusat.

    

     Dari keenam orang itu, cuma Dahlan Iskan, wartawan yang kini adalah Direktur PT PLN, yang menitikkan airmata dengan suara tercekat, saat menyatakan beberapa hal terkait penunjukan dirinya menjadi menteri negara BUMN yang baru, menggantikan Mustafa Abubakar.

     "Saya sedih, karena teman-teman di PLN sedang semangat-semangatnya membenahi diri dan makin mantap untuk maju…" katanya kepada kolega pers, di Kantor Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (17/10).

     Tanpa tedeng aling-aling, dari podium bertatahkan Lambang Kepresidenan Indonesia itu, dia juga mengungkap penyakit serius yang telah sejak lama dia derita. Tentu ini terkait dengan tugasnya memberi arah kepada perjalanan ratusan BUMN di Indonesia.

     Tiap hari lahir Dahlan Iskan, pasti dirayakan seluruh Indonesia. Itu karena dia lahir pas hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1951, di Magetan, Jawa Timur. Dia adalah CEO Jawa Pos dan Jawa Pos News Network, yang bermarkas di Surabaya. Ia juga adalah Direktur Utama PLN sejak 23 Desember 2009 dan sebentar lagi akan menjadi menteri negara BUMN.

     Karir Iskan dimulai sebagai calon reporter satu surat kabar kecil di Samarinda, Kalimantan Timur, pada 1975. Cuma setahun kemudian, arek Suroboyo itu menjadi wartawan Majalah Tempo. Tidak terlalu lama dia perlukan untuk memimpin surat kabar Jawa Pos hingga sekarang sejak 1982.

     Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos --waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar-- dalam waktu lima tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar. Peningkatan yang sangat luar biasa.

     Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, yang menjadi induk bagi lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Kesuksesan itu mendapat monumen pada 1997, sejalan dengan pendirian Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta.

     Tidak berhenti sampai di situ saja, dunia penyiaran televisi juga dimasuki secara pasti pada 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru. Oleh teman-teman wartawan, Iskan yang berkacamata itu dikenal sebagai "orang keras dan tegas".

     "Pak Dahlan itu keras jika sudah memberi tugas," kata seorang bekas wartawan Jawa Pos yang pindah ke satu televisi swasta.

     Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi Mochtar, yang dikritik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Selain sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta, PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya.

     Dahlan Iskan kecil dibesarkan di lingkungan pedesaan dangan serba kekurangan, akan tetapi sangat kental akan suasana religiusnya. Ini kemudian mewarnai caranya memandang dan menangani berbagai problematika; terutama dalam bisnis dan pengembangannya.

     Sejak awal 2009, Dahlan diangkat sebagai Komisaris PT Fangbian Iskan Corporindo, yang akan memulai pembangunan Sambungan Komunikasi Kabel Laut pertengahan tahun ini. SKKL ini akan menghubungkan Surabaya Indonesia dan Hongkong. Dengan panjang serat optik 4.300 kilometer.

     Semenjak memimpin PLN, Iskan membuat beberapa gebrakan, di antaranya bebas byar-pet se-Indonesia dalam kurun enam bulan, gerakan sehari sejuta sambungan. Dia punya mimpi membangun PLTS di 100 pulau pada 2011. Sebelumnya, pada 2010 PLN telah berhasil membangun PLTS di lima pulau di Indonesia bagian timur yaitu Pulau Banda, Bunaken Manado, Derawan Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan.

     Wartawan tanpa buku ibarat raja tanpa mahkota, itu juga yang dia penuhi dalam buku berjudul "Ganti Hati" pada 2008. Buku ini berisi pengalaman Dahlan operasi cangkok hati di Cina.

     Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru. Selamat bertugas, Pak! yudha (*)