Mataram, 19/12 (ANTARA) - Kantor Bank Indonesia Mataram mencatat nilai aset perbankan di Nusa Tenggara Barat, sejak Januari hingga Oktober 2011, mencapai Rp16,14 triliun atau tumbuh sebesar 24,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Kinerja intermediasi perbankan di Nusa Tenggara Barat (NTB) terus menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dan disertai dengan makin membaiknya kualitas kredit," kata Pimpinan Bank Indonesia Mataram H M Junaifin, di Mataram, Senin.
Pada acara pertemuan perbankan tahunan yang dihadiri Sekda NTB H M Nur dan sejumlah kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lingkup Pemerintah Provinsi NTB, ia juga menyebutkan, dana masyarakat yang berhasil dihimpun perbankan pada periode Januari-Oktober 2011, mencapai Rp10,69 triliun atau tumbuh sebesar 26,18 persen (yoy).
Sementara dari sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan tercatat mencapai Rp11,94 triliun atau tumbuh sebesar 25,25 persen (yoy). Kondisi tersebut mendorong rasio "loan deposit ratio" (LDR) perbankan di NTB ke level 111,68 persen, yang didukung oleh terjaganya risiko kredit.
"Meskipun sudah tumbuh positif, kegiatan perbankan yang difokuskan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi makro masih dihadapkan pada risiko global dan kompleksitas permasalahan domestik yang begitu besar," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya akan mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global dan meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekonomian dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan
Upaya lainnya adalah meningkatkan efisiensi, kehandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.
Bank Indonesia, lanjut Junaifin, juga akan memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen pencegahan dan penanganan krisis.
"Kami juga akan mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses perbankan kepada masyarakat, guna mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, terutama di daerah," ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya juga akan terus mengkaji berbagai kebijakan makro prudensial untuk memperkuat fungsi dan peran aktif Bank Indonesia sebagai "systemic regulator" dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Penguatan fungsi "systemic regulator" dirasakan sangat tepat pascadisahkannya Undang-Undang (UU) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di mana fungsi pengaturan dan pengawasan bank yang sebelumnya dilakukan oleh Bank Indonesia akan beralih kepada OJK pada akhir 2013.
Meski sudah tidak lagi melakukan pengaturan dan pengawasan, kata Junaifin, Bank Indonesia akan tetap mengawal industri perbankan dengan penerapan fungsi stabilitas sistem keuangan.
Untuk kepentingan itu, BI akan melakukan "surveillance" baik kepada bank dan non-bank, pemeriksaan kepada bank dalam rangka makro prudensial, mengawal berfungsinya intermediasi secara efisien serta berkoordinasi dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis.
"Fungsi dan tugas Bank Indonesia terkait dengan stabilitas sistem keuangan dan mengawal terciptanya efisiensi di industri perbankan menjadi bagian penting dalam amandemen UU BI yang telah menjadi agenda program Legislasi Nasional pada 2012," katanya.
(*)