Kota Jakarta Selatan (ANTARA) - Anggota Majelis Rakyat Papua Toni Wanggai mengharapkan pelaksanaan Pemilu 2024 di tiga daerah otonomi baru (DOB) tetap berinduk kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua. “Saran kami masih tetap ke KPU yang lama, karena sudah memasuki tahapan pemilu,” kata Toni melalui sambungan telepon kepada ANTARA di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan pembentukan lembaga penyelenggara pemilu KPU baru, khususnya di tiga DOB Papua, yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan memerlukan waktu dan proses yang lama.
Sementara itu, menurut dia, tahapan pemilu sudah berjalan dan tidak bisa diganggu. Ia mengatakan pertimbangan lainnya adalah terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pemutakhiran Data Persiapan Pilkada 2024 mengenai aturan pemilih wajib memiliki Kartu Tanpa Penduduk Elektronik (e-KTP).
Berdasarkan data Bawaslu Provinsi Papua, kata Toni, jumlah masyarakat dari 29 kabupaten/kota dari empat provinsi di Papua hanya sekitar 10 persen yang memiliki e-KTP. Kepemilikan e-KTP terendah, lanjut dia, terdapat di Provinsi Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
Rendahnya kepemilikan e-KTP disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor geografis yang sulit dijangkau, penyebaran masyarakat yang terlalu luas, dan rendahnya penguasaan teknologi di desa. Untuk menampung aspirasi masyarakat Papua yang tidak memiliki e-KTP, maka pelaksanaan pemilu di Papua, masih menerapkan sistem noken.
“Ada beberapa kabupaten dan kota menggunakan suara noken, khususnya di Provinsi Pegunungan Papua dan Papua Tengah,” kata Toni. Landasan hukum penggunaan sistem noken berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 47/81/PHPU.A/VII/2009 mengenai sistem noken sesuai budaya masyarakat asli Papua dan putusan MK Nomor 6/32/PHPU.DPD/XII/2012 tertanggal 25 Juni 2021 mengenai sistem noken hanya digunakan secara terbatas.