Mataram, 19/6 (ANTARA) - Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PPKLK) Pendidikan Dasar (Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Mudjito, mengatakan ratusan ribu penyandang ketunaan belum tertangani karena keterbatasan sarana dan pembiayaan.
"Dari sekitar 350 ribu penyandang tunadaksa, tunarungu, tunagrahita, tunanetra, tunalaras dan autis di Indonesia, baru sekitar 30 persen atau sekitar 85 ribu orang yang sudah menikmati pendidikan," katanya di sela acara pemantauan pelaksanaan Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2012 kategori siswa berkebutuhan khusus, di Mataram, Selasa.
Menurut dia, minimnya fasilitas pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus berupa sekolah luar biasa (SLB) mulai dari jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA), menjadi salah satu penyebab masih banyaknya siswa penyandang ketunaan yang belum memperoleh kesempatan bersekolah.
Anak berkebutuhan khusus sebenarnya bisa memperoleh pendidikan selain di SLB, yakni di sekolah umum yang menyelenggarakan kelas inklusi atau kelas khusus bagi penyandang ketunaan.
Namun, katanya, upaya untuk menyekolahkan anaknya terkadang tidak dilakukan oleh para orang tua karena merasa malu dengan kondisi anaknya yang tidak normal seperti anak-anak pada umumnya.
Padahal, menurut Mudjito, meskipun memiliki keterbatasan dari segi logika, anak-anak berkebutuhan khusus sebenarnya memiliki kekuatan tersendiri terutama dari sisi estetika dan etika.
"Karena itu kami terus mendorong agar para orangtua tidak merasa minder menyekolahkan anaknya, meskipun memiliki keterbatasan," ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya terus mendorong pemerintah daerah untuk mengajukan permohonan bantuan pembangunan sekolah bagi siswa berkebutuhan khusus, tentunya dengan berbagai pertimbangan seperti jumlah anak penyandang ketunaan di daerah itu relatif banyak.
Kemdikbud juga membantu dari sisi biaya operasional bagi SLB yang statusnya milik swasta. Bantuan yang diberikan berupa Bantuan operasional sekolah (BOS) dan dana operasional rutin sebesar Rp40 juta per tahun.
Bantuan dana operasional itu diarahkan untuk membiayai pengobatan siswa jika mengalami gangguan kesehatan, disamping juga untuk biaya transportasi dan kebutuhan lainnya.
Pemerintah juga menggratiskan segala biaya pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus agar tidak membebani para orangtua, terutama yang tergolong kurang mampu.
"Pemerintah berkewajiban memberikan perhatian terhadap siswa berkebutuhan khusus karena mereka juga memiliki hak yang sama sebagai warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Begitu juga dengan kesempatan mendapatkan pekerjaan. Itu sudah diatur dalam undang-undang," katanya. (*)