Kebijakan tarif AS terhadap China dinilai bakal sia-sia

id tarif trump,tarif impor AS,china

Kebijakan tarif AS terhadap China dinilai bakal sia-sia

Arsip - Presiden Amerika Serikat Donald Trump. /ANTARA/Anadolu/py

Beijing (ANTARA) - Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah mengambil langkah berbahaya dalam beberapa hari terakhir dengan kebijakan perdagangannya, menggunakan retorika "resiprositas" untuk memberlakukan gelombang tarif baru terhadap mitra-mitra dagang global utama, khususnya China.

Dalam menghadapi kebijakan tarif yang semakin meningkat, China telah merespons dengan tindakan balasan yang diperlukan untuk melindungi kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunannya.

Dengan memberlakukan apa yang disebut sebagai "tarif resiprokal" atau timbal balik, AS telah mengesampingkan peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), merongrong hak dan kepentingan yang sah dari para anggota WTO, merusak sistem perdagangan multilateral yang berbasis aturan, dan meningkatkan ketidakstabilan dalam tatanan ekonomi global yang sudah rapuh.

Pada intinya, strategi ini menganut praktik unilateralisme, proteksionisme, dan penindasan ekonomi.

Christine Lagarde, Presiden European Central Bank (ECB), memperingatkan bahwa efek riak dari kebijakan-kebijakan tersebut dapat membahayakan stabilitas ekonomi global.

Dengan melakukan diskriminasi di antara mitra dagang dan secara sepihak menaikkan bea masuk melebihi batas yang sudah disepakati, AS telah melanggar peraturan WTO, ujar Chad Bown, seorang senior fellow di organisasi riset Peterson Institute for International Economics.

Baca juga: Pemerintah China sampaikan syarat bila AS ingin berunding soal tarif
Baca juga: Indonesia tegaskan komitmen jaga stabilitas respons tarif AS di AFMGM

China telah menyatakan posisinya dengan tegas, menyatakan tidak memicu masalah, dan juga tidak terintimidasi.

"Memberi tekanan dan ancaman bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi China," demikian respon China.

China sepenuhnya percaya diri, mampu, dan tangguh dalam menghadapi perang tarif ini.

Upacara diadakan di Bursa Efek London untuk menandai penerbitan obligasi hijau negara pertama China dalam denominasi RMB di luar negeri di London, Inggris, pada 3 April 2025. (ANTARA/Xinhua/Li Ying)

Selama beberapa tahun terakhir, China telah mengurangi ketergantungannya terhadap ekspor ke AS, mendiversifikasi hubungan perdagangan dengan perekonomian-perekonomian berkembang, dan mengimplementasikan kebijakan yang lebih fleksibel untuk memperkuat kemampuannya dalam menghadapi gangguan-gangguan eksternal.

Fondasi ekonomi China tetap kuat. Pada 2024, Produk Domestik Bruto (PDB) China mencapai 134,9 triliun yuan atau setara 18,9 triliun dolar AS, dengan tingkat pertumbuhan 5 persen, performa yang menonjol di antara perekonomian-perekonomian utama dunia.

Kapasitas industri China yang komprehensif, yang unik karena mencakup semua kategori manufaktur yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menjadi penyeimbang penting menghadapi koersi perdagangan.

Baca juga: ASEAN tak akan balas kebijakan tarif AS

Pasar domestik China yang sangat besar dengan jumlah penduduk lebih dari 1,4 miliar orang menawarkan kedalaman strategis dalam menghadapi gangguan eksternal. Sementara itu, China tetap berkomitmen terhadap keterbukaan tingkat tinggi dan terus mengembangkan jaringan kemitraan perdagangan yang erat dan saling menguntungkan.

Dengan keunggulan institusional, ketahanan ekonomi, dan kearifan strategisnya, China telah menunjukkan kepada dunia tekadnya untuk menegakkan keadilan dan komitmennya untuk melawan penindasan. Upaya AS untuk menekan China ibarat meninju tembok baja, tidak akan menyebabkan kerusakan apa pun.

Peralihan Washington ke arah unilateralisme ekonomi mengancam hubungan bilateral dan arsitektur perdagangan global yang dibangun dengan susah payah setelah Perang Dunia II.

Dunia harus bersatu melawan penindasan ekonomi. Seperti kata pepatah China kuno, "Anda tidak dapat menenangkan harimau dengan memberinya daging Anda sendiri."

Keterbukaan, inklusivitas, dan keuntungan bersama adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh. China tetap teguh dalam mempertahankan prinsip-prinsip ini dan memastikan pembangunannya berkontribusi terhadap stabilitas dan pertumbuhan global.

Baca juga: Menlu ungkap sudah ajukan pertemuan Prabowo-Trump
Baca juga: Rupiah menguat seiring penundaan kebijakan tarif Trump

notification icon
Dapatkan Berita Terkini khusus untuk anda dengan mengaktifkan notifikasi Antaranews.com