Jakarta (ANTARA) - Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Kemendikbudristek Prof Nizam mengatakan tantangan perguruan tinggi tidak hanya akses yang belum merata.
“Tantangan kita tidak hanya akses pendidikan tinggi yang belum merata. Jumlah perguruan tinggi kita jumlahnya lebih dari 4.000, atau dua kali lipat dibandingkan China,” ujar Nizam dalam webinar Pendidikan Tinggi di Masa Depan yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Selain itu, persepsi yang ada di masyarakat yang dikejar hanya selembar ijazah bukan kompetensi. Oleh karena itu, perlu upaya untuk menekankan bahwa yang terpenting adalah bagaimana relevansi dan kualitas pendidikan tinggi.
“Kita perlu menekankan bahwa pendidikan tinggi memberikan nilai tambah pada produktivitas anak-anak kita. Pada daya saing dan kelincahan dengan konteks dunia kerja yang dinamikanya luar biasa berkembang,” terang dia.
Pemerintah sendiri telah melakukan upaya strategis dan langkah cepat untuk menciptakan sumber daya manusia yang berdaya saing dan dibutuhkan dengan dunia kerja melalui Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) “Melalui MBKM pembelajaran dilakukan tidak hanya berbasiskan pada pembelajaran, tetapi juga berbasiskan pada proyek,” kata dia lagi.
Tantangan lainnya, yakni anggaran yang diberikan pemerintah pada perguruan tinggi negeri (PTN) baru 30 persen dari kebutuhan minimum atau masih sepersepuluh dibandingkan anggaran kampus di Malaysia. Bahkan, kampus di Singapura yakni National University of Singapore dan Nanyang Technological University anggaran risetnya mencapai 10 miliar dolar AS per tahun.
Pemerintah melalui program matching fund mencoba menggandeng swasta agar mau berkolaborasi dengan kampus untuk meningkatkan riset-riset yang ada. Menurut dia, jika tidak memiliki kontribusi pada pengembangan ilmu dan pada pengembangan ekonomi, maka anggaran riset yang masih kecil itu akan semakin tidak jelas arahnya.
Kemendikbudristek juga menyediakan ICE Institute yang merupakan konsorsium dari 15 perguruan tinggi yang diketuai oleh Universitas Terbuka. Dengan demikian dapat membantu perguruan tinggi swasta (PTS) di daerah untuk dapat mengakses pembelajaran yang bermutu.
Baca juga: UI jajaran top 10 universitas terbaik Asia Tenggara
Baca juga: UIN Yogyakarta ajukan 18 prodi akreditasi internasional
Dalam kesempatan itu, Nizam juga mendorong perlu sinergitas pengelolaan perguruan tinggi terutama yang ada di kementerian dan lembaga lainnya yang mana anggarannya lebih banyak dibandingkan anggaran pendidikan tinggi di Kemendikbudristek.
“Banyaknya 'imam' menyulitkan sinergi penataan penyiapan SDM unggul di masa depan. Kami pada 2022, anggaran pendidikan tinggi Rp22 triliun, jauh lebih rendah bandingkan dengan perguruan tinggi di bawah kementerian dan lembaga lain yang unit cost-nya lebih tinggi 13 hingga 20 kali lipat dibandingkan di Kemendikbudristek. Jumlah mahasiswa mereka juga jauh lebih kecil dibandingkan PTN kita,” imbuh dia.