Mataram, 19/9 (ANTARA) - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Syarifuddin Hasan menegaskan akan menuntaskan masalah tunggakan kredit usahatani di seluruh Indonesia senilai Rp5,7 triliun secara politik.
"Saya bertekad, tahun ini bisa diselesaikan dengan kebijakan politik," katanya pada rapat koordinasi terbatas membahas revitalisasi koperasi unit desa (KUD) di Mataram, Rabu.
Menurut dia, upaya untuk melakukan "right off" atau memutihkan tunggakan KUT karena banyak penerima kredit yang tidak bisa meningkatkan aktivitas karena belum melunasi hutangnya.
Upaya menyelesaikan persoalan tersebut sudah dibahas dengan anggota DPR. Pada intinya wakil rakyat menyetujui keinginan pemerintah yang menghapus tunggakan KUT.
Selain karena persoalan petani penerima dana dalam kondisi "out standing", kata Syarief, pemerintah juga kesulitan mengidentifikasi penerima KUT yang digulirkan pada 1995/1996 sampai 1999/2000.
Dana itu juga disalurkan oleh pemerintah melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM), namun untuk meminta pertanggungjawaban mengalami kendala karena keberadaanya sudah sulit dilacak.
"Memang ada penyimpangan. Tapi saya akan tetap berupaya agar masalah KUT selesai tahun ini. Tidak ada sanksi bagi yang melakukan penyelewengan," ujarnya.
Upaya menghapus tunggakan KUT tersebut juga menjadi salah satu dari 150- rekomendasi para peserta rapat koordinasi terbatas dalam rangka merevitalisasi peran KUD yang dihadiri oleh seluruh 27 Dinas Koperasi dan UKM dari 33 provinsi.
Program KUT yang dicairkan antara 1995/1996 sampai 1999/2000 itu bertujuan mendukung intensifikasi pertanian, membantu permodalan petani agar dapat meningkatkan produksi dan pendapatan, mendidik petani berperilaku menabung, mendorong petani bergabung dalam kelompok tani dan koperasi serta membantu pengembangan usaha koperasi.
Dengan adanya KUT diharapkan sektor pertanian mempunyai fungsi sebagai "multiplier effect" seperti mendorong peningkatan pendapatan dan perluasan kerja serta mendorong perkembangan sektor-sektor lain yang kemudian bersama-sama meningkatkan intensitas kegiatan ekonomi wilayah, namun bantuan pemerintah itu tidak berjalan sesuai harapan.
(*)