KEMPERA BELUM PASTIKAN PENDANAAN RUMAH KERUSUHAN SUMBAWA

id

     Mataram, 4/3 (Antara) - Kementerian Perumahan Rakyat (Kempera) belum memastikan pendanaan rumah korban kerusuhan di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yang mencuat 22 Januari 2013.

     "Belum ada satu surat resmi pun dari Kempera tentang program pendanaan rumah korban kerusuhan di Sumbawa, setelah tim Kempera meninjau lokasi kerusuhan itu," kata Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi NTB Bachrudin, di Mataram, Senin.

     Ia mengatakan, pascapeninjauan lokasi kerusuhan Sumbawa oleh tim Kempera akhir Januari lalu, Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa, menunggu rencana tindak lanjutnya namun hingga kini belum ada kejelasan.

     Semestinya Kempera menjelaskan program pendanaan rumah korban kerusuhan itu, agar ditindaklanjuti pemerintah daerah.

     "Sampai sekarang, belum jelas sikap Kempera, sementara para korban kerusuhan itu harus segera dibantu," ujarnya.

     Karena itu, lanjut Bachrudin, pada 28 Februari 2013, Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi memutuskan agar pendanaan rumah korban kerusuhan itu bersumber dari APBD Provinsi NTB 2013 pada pos anggaran tak terduga.

     Jumlah rumah yang akan didanai perbaikannya itu sebanyak 75 unit, yang menyebar di beberapa titik di wilayah Kabupaten Sumbawa.

     "Semestinya, kalau sudah lebih dari 40 unit rumah yang rusak pada suatu kerusuhan, maka hal itu dikategorikan bencana nasional sehingga menjadi tanggungan pusat," ujarnya.

     Kendati demikian, Pemprov NTB akan terus meminta bantuan dana perbaikan rumah itu dari Kempera, meskipun realisasinya agak lambat.

     Pemprov NTB berencana mengalihkan dana bantuan perbaikan rumah dari Kempera itu ke lokasi lain, yang juga membutuhkan bantuan perbaikan rumah tidak layak huni.  

     "Nanti, kami alihkan ke lokasi lain. Tetap diperjuangkan dana perbaikan rumah dari Kempera itu," ujar Bachrudin.

     Saat kerusuhan itu mencuat lebih dari 2.000 orang warga Sumbawa keturunan Bali mengungsi ke tiga lokasi yang diyakini aman dari gangguan, yakni Markas Kodim Sumbawa, Markas Kompi Senapan B Batalyon Infanteri (Yonif) 742/SYB, dan Markas Polres Sumbawa.

     Dua hari kemudian, beberapa pengungsi memilih kembali ke rumahnya, terutama yang rumahnya masih bisa ditempati setelah perbaikan pada bagian tertentu.

     Pengungsi lainnya menyusul hari berikutnya, namun yang rumahnya hangus terbakar hanya bisa kembali ke rumah famili dan kerabatnya, atau bertahan di lokasi pengungsian.

     Versi Polda NTB, dalam kerusuhan yang dipicu oleh isu menyesatkan yang mengait-ngaitkan kecelakaan lalu lintas dengan unsur SARA itu, sebanyak 35 unit rumah dibakar, puluhan rumah lainnya rusak berat, dua unit toko dan dua swalayan juga dijarah dan dibakar.

     Selain itu, empat mobil dan tujuh sepeda motor dibakar, satu unit hotel (Hotel Tambora) dibakar dan satu bengkel dirusak dan dijarah.

     Tujuh sepeda motor lainnya dirusak, enam unit toko dibakar, dan 142 unit kios di Pasar Seketeng, Kecamatan Sumbawa, juga dibakar.  

      Kerusuhan itu dipicu oleh isu menyesatkan pascatewasnya Arniati (30) yang beragama Islam dalam kecelakaan sepeda motor yang dikendarai anggota Polri yang beragama Hindu Brigadir I Gede Eka Swarjana (31). Arniati yang diketahui merupakan pacar anggota polisi itu membonceng di sepeda motor itu.

      Kecelakaan lalu lintas itu terjadi pada hari Sabtu tanggal 19 Januari sekitar pukul 23.00 Wita, di jalan raya jurusan Sumbawa-Kanar kilometer 15-16 di dekat tambak udang Dusun Empang, Kecamatan Labuhan Badas, Kabupaten Sumbawa.

      Namun, kasus itu dikait-kaitkan dengan unsur SARA dan isu yang berkembang wanita itu bukan tewas akibat kecelakaan lalu lintas, tetapi diperkosa dan dibunuh, sehingga mencuat kerusuhan. (*)