Polisi telusuri keterkaitan pabrik senpi rakitan di Bima dengan teroris

id Senpi rakitan, pabrik di Bima, Polda NTB telurusir keterkaitan dengan teroris

"Masih didalami lebih lanjut, menurut pengakuan tersangka tidak ada indikasi keterkaitannya dengan teroris, tetapi itu butuh penyelidikan," kata Kabid Humas Polda NTB AKBP Muh Suryo Saputra.
Mataram (Antara Mataram) - Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) beserta jajarannya tengah menelusuri ada tidaknya keterkaitan antara pabrik senjata api (senpi) rakitan berpeluru standar TNI-Polri buatan Pindad yang berbasis di Bima, dengan jaringan teroris.

"Masih didalami lebih lanjut, menurut pengakuan tersangka tidak ada indikasi keterkaitannya dengan teroris, tetapi itu butuh penyelidikan," kata Kabid Humas Polda NTB AKBP Muh Suryo Saputra di Mataram, Senin.

Ia mengemukakan hal itu ketika bersama Wakil Direktur Reserse dan Kriminal Umum (Reskrimum) Polda NTB AKBP Budi Karyono, menggelar jumpa pers, terkait pengungkapan pabrik senpi rakitan berpeluru standar TNI-Polri buatan Pindad, yang berbasis di Bima, Pulau Sumbawa.

Pada Jumat (27/9), Polda NTB menangkap En alias Yanto (36), pembuat senpi rakitan, dalam suatu aksi penggerebakan di kediamannya, Dusun Se, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima, setelah dilakukan pengintaian lebih dari satu bulan.

Polisi juga menyita satu pucuk pistol hasil rakitan, dan peluru kaliber 5.56 x 45 mm yang merupakan peluru standar TNI-Polri buatan Pindad, beserta peralatan pembuat senpi rakitan itu, berupa alat pertukangan, termasuk gerinda, dan gergaji.

Kepada polisi, En mengaku telah menggeluti usaha pabrik senpi rakitan itu sejak tiga tahun lalu atau 2010, dan telah memproduksi lima pucuk senpi rakitan, terdiri dari empat pucuk laras penjang dan satu pucuk laras pendek.

Senjata rakitan yang diproduksi secara manual itu, dijual dengan harga Rp2 juta/pucuk untuk laras panjang, dan Rp1,8 juta/pucuk untuk laras pendek.

Empat dari lima pucuk senpi rakitan yang diproduksi di pabrik manual itu, dibeli oleh warga yang juga berdomisili di Pulau Sumbawa.

"En mengaku hanya untuk komersial atau mencari keuntungan dari pembuatan senpi rakitan itu. Tapi, kami akan dalami lagi, dan memang belum ada indikasi terkait jaringan terorisme," ujar Suryo.

Menurut dia, Jd (35), warga Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, yang kedapatan membawa senpi rakitan saat berada di Sumbawa Besar, Ibu Kota Kabupaten Sumbawa, juga belum berkaitan dengan jaringan teroris.

Kasus penemuan senpi rakitan di Pulau Lombok, juga belum berindikasi jaringan teroris, namun penelusuran lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas kasusnya.

"Kalau ada indikasi teroris, tentu penanganannya lebih intens, dan itu tidak boleh terjadi karena NTB merupakan daerah pengembangan pariwisata," ucapnya. (*)