Mataram (Antara Mataram) - Konsorsium Astindo di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) memperjuangkan klaim asuransi dari ahli waris sebanyak 24 orang TKI asal Lombok dan Sumbawa yang meninggal dunia dalam kurun waktu 2010-2013, namun belum dibayarkan pertanggungannya.
"Kami perjuangkan klaim asuransi itu, sebagai wujud tanggung jawab kami yang pernah menjadi bagian dari Konsorsium Proteksi TKI," kata Koordinator Konsorsium Astindo di NTB H Muazzim Akbar, di Mataram, Senin.
Ia mengatakan, ahli waris dari sebanyak 16 orang TKI asal Lombok dan Sumbawa, NTB, yang meninggal dunia dalam kurun waktu 7 September 2010 hingga 31 Juli 2013, mengklaim asuransi TKI itu namun diabaikan oleh Konsorsium Proteksi TKI selaku pihak yang bertanggung jawab atas klaim asuransi tersebut.
Selain itu, ahli waris dari sebanyak delapan orang TKI asal NTB juga menuntut klaim asuransi tersebut yang nilainya berkisar antara Rp55 juta/orang hingga Rp75 juta/orang, meskipun sudah menerima dana talih asih sebesar Rp10 juta/orang.
Terjadi perubahan regulasi nilai santunan kematian TKI, yakni sebesar Rp55 juta/orang jika meninggal sampai di 2012 dan sebesar Rp80 juta/orang jika meninggal pada 2013.
Dengan demikian, terdapat ahli waris dari 24 orang TKI yang meninggal dunia namun klaim asuransinya diabaikan oleh Konsorsium Proteksi TKI.
"Dalam memperjuangkan klaim asuransi itu, kami surati tiga lembaga pemerintah yakni OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Menakertrans, dan BNP2TKI, agar ikut memfasilitasi proses penyelesaian masalah klaim asuransi tersebut," ujar Muazzim.
Menurut Muazzim, ketiga lembaga pemerintah itu perlu dilibatkan dalam penyelesaian klaim asuransi tersebut, karena Konsorsium Proteksi TKI telah dibekukan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).
Konsorsium Proteksi TKI yang sudah dibekukan itu tidak mau membayar klaim asuransi 24 TKI NTB itu, dengan alasan kematian para TKI tersebut dianggap sebagai kematian akibat penyakit bawaan, sehingga perlu ada pihak yang mendorong penyelesaiannya.
"Terdapat kejanggalan, karena sebelumnya semua TKI yang meninggal dunia dibayar klaim asuransinya, sekarang karena Konsorsium Proteksi TKI sudah dibekukan, lalu mereka enggan membayar. Makanya, patut diperjuangkan dengan melibatkan OJK, Menakertrans, dan Kepala BNP2TKI" ujarnya.
Pada Juli 2013, Kemenakertrans memcabut dua surat keputusan atas dua konsorsium asuransi TKI, yakni Konsorsium Proteksi TKI yang diketuai PT Asuransi Central Asia Raya dan Pialang Asuransi TKI.
Pencabutan surat keputusan atau pembekuan dua konsorsium TKI itu didasarkan pada temuan OJK yakni dugaan ketidakpantasan pengelolaan dana asuransi, ketika OJK memeriksa laporan pialang perusahaan asuransi yang tergabung pada Konsorsium Proteksi TKI.
OJK kemudian membubarkan dan menghentikan operasi konsorsium asuransi TKI itu, karena menilai para TKI membayar premi terlalu besar namun pengelolaannya tidak lazim.
Bersamaan dengan itu, Kemenakertrans menetapkan tiga konsorsium asuransi TKI yang baru, menggantikan Konsorsium Proteksi TKI dan Pialang Asuransi TKI yang sebelumnya dibekukan.
Tiga konsorsium asuransi yang dibentuk ini yakni Konsorsium Jasindo dengan ketua PT Jasindo, Konsorsium Astindo dengan ketua PT Asuransi Adira Dinamika, dan Konsorsium Mitra TKI dengan ketua PT Asuransi Sinar Mas.
Tiga keputusan menteri yang menjadi landasan hukum pembentukan tiga konsorsium asuransi TKI yang baru itu, secara resmi ditandatangani Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar pada 30 Juli 2013.
Meskipun Konsorsium Proteksi TKI telah resmi dibekukan, PT Asuransi Central Asia Raya tetap beroperasi di bidang asuransi TKI yang tergabung pada salah satu dari tiga konsorsium TKI yang baru itu.
Namun, PT Asuransi Central Asia Raya yang dulunya mengkoordinir Konsorsium Proteksi TKI, enggan membayar klaim asuransi 24 orang TKI asal NTB, yang meninggal dunia di 2012 dan 2013.
"Jadi, kami akan terus memperjuangkannya hingga ada kejelasannya. Kami pun berharap OJK, Menakertrans, dan Kepala BNP2TKI meresponnya sebagaimana kami tuangkan dalam surat resmi," ujar Muazzim.
Muazzim dulunya merupakan Kepala PT Paladin International Cabang NTB, dan PT Paladin International merupakan bagian dari Konsorsium Proteksi TKI, sehingga PT Paladin Internasional Cabang NTB terlibat langsung dalam penerimaan premi asuransi TKI kemudian menyetor ke Konsorsium Proteksi TKI.
Muazzim mengakui, dalam tiga tahun terakhir sebelum Konsorsium Proteksi TKI dibekukan, pihaknya (PT Paladin Internasional Cabang NTB) menyetor dana premi asuransi TKI NTB sebesar Rp39,5 miliar lebih, dan pembayaran klaim asuransi sepanjang itu hanya Rp3,5 miliar lebih, sehingga masih terdapat kelebihan sebesar Rp36 miliar lebih.
Karena itu, ia sangat menyayangkan sikap PT Asuransi Central Asia Raya selaku ketua Konsorsium Proteksi TKI, yang mengabaikan klaim asuransi 24 orang TKI asal NTB itu.
"Kalau PT Asuransi Central Asia Raya tidak juga membayar klaim asuransi itu dalam tahun ini, maka kami minta OJK bekukan perusahaan asuransi itu yang kini masih beroperasi untuk asuransi TKI namun tergabung dalam konsorsium yang baru," ujarnya. (*)