Mataram (Antara Mataram) - Manajemen Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Nusa Tenggara Barat (NTB) merasa terus terbebani dengan tunggakan pembayaran jasa pelayanan program jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) yang mencapai Rp20 miliar.
"Tunggakan jamkesmas itu mencapai Rp20 miliar, dan semakin membebani manajemen rumah sakit karena berkaitan dengan pembiayaan bahan habis pakai. Makanya, kami berharap segera dilunasi," kata Direktur RSUP NTB H Lalu Mawardi Hamri, di Mataram, Jumat.
Ia mengatakan, tunggakan jamkesmas itu bersumber dari pelayanan kesehatan atas pasien rujukan dari berbagai daerah yang direkomendasikan Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, dan Sumbawa Barat.
Tunggakan tersebut terjadi dalam pelayanan medis di 2012 dan 2013 atau sebelum pemberlakuan porgram Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang kesehatan, pada 1 Januari 2014.
"Sudah berkali-kali dilakukan pembahasan hingga pernah disepakati akan dilunasi pada Januari 2014, namun sampai sekarang belum juga," ujarnya.
Menurut Mawardi, beban tunggakan jamkesmas itu makin diparah oleh banyaknya pasien rujukan dari berbagai rumah sakit pemerintah daerah di kabupaten/kota.
Bahkan, pasien dari RSU Kota Mataram pun dirujuk ke RSUP NTB, karena RSU Kota Mataram juga dilanda tunggakan jasa pelayanan jamkesmas tahun yang lalu.
"Tentu pasien rujukan dari mana pun kami tidak bisa menolak, karena RSUP NTB merupakan rumah sakit rujukan level provinsi. Di sisi lain, kami pun harus tetap menyediakan bahan habis pakai untuk pelayanan pasien rujukan itu," ujarnya.
Kini, pelayanan kesehatan masyarakat merujuk kepada program BPJS bidang kesehatan, yang mulai diberlakukan pada 2014.
Di Provinsi NTB, data penerima manfaat program jaminan kesehatan nasional mengacu kepada data implementasi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jamkesmas daerah, dan Jamkesmas dana bansos (bantuan sosial) yang dipergunakan tahun sebelumnya.
Total seluruh peserta penerima bantuan iuran untuk menjadi peserta jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) mencapai 2.259.558 jiwa, atau sekitar 48 persen dari total penduduk NTB, dengan jumlah premi sebesar Rp19.225 per jiwa per bulan.
Masyarakat hanya cukup membayar premi sebesar Rp19.225/bulan untuk mendapatkan jaminan kesehatan tersebut.
Untuk program jamkesmas yang dibiayai APBN menyasar sebanyak 2.028.491 jiwa, dan program jamkesmas daerah NTB dan jamkesmas bansos menyasar sebanyak 41.376 jiwa yang belum terdaftar sebagai peserta jamkesmas yang dibiayai oleh APBN, yang menyebar di 10 kabupaten/kota.
Kini, seluruh dukungan anggaran program jamkesmas itu dipadukan dalam program jaminan kesehatan nasional sehingga menyasar seluruh sasaran yang berhak menerima manfaat program tersebut.
Angka 48 persen itu jauh berada di atas angka kemiskinan di NTB, yang berarti tidak hanya masyarakat miskin dan tidak mampu yang dijamin oleh pemerintah, namun juga masyarakat hampir miskin.
Pada 2014, Pemprov NTB masih membiayai jaminan kesehatan nasional untuk 41.376 jiwa itu dengan dukungan dana APBD provinsi sebesar Rp9,5 miliar.
Selain itu, sejak beberapa tahun terakhir ini Pemprov NTB juga memprogramkan Jaminan Persalinan (Jampersal) dengan dukungan APBD sebesar Rp10,5 miliar setiap tahun, yang menyasar sebanyak 52.272 jiwa ibu hamil.
Jumlah ibu hamil di wilayah NTB pada 2014 diprediksi sebanyak 100 ribu jiwa, dan sebanyak 58 ribu jiwa telah terangkum dalam program jaminan kesehatan nasional yang didukung APBN, sehingga sisanya sebanyak 52 ribu yang menjadi tanggungan daerah.
Khusus di 2014, seiring dengan penerapan program jaminan kesehatan nasional, Pemprov NTB mengajak pemerintah kabupaten/kota untuk ikut membiayai program jampersal yang kini berubah nama menjadi program jaminan kesehatan ibu melahirkan.
Karena itu, disepakati `sharing` dana dengan komposisi 50 persen tanggungan pemerintah provinsi dan 50 persen lainnya kewajiban pemerintah kabupaten/kota masing-masing, untuk program jaminan kesehatan ibu hamil. (*)