Penyaluran KUR bentuk barang tidak diatur dalam Permenko Perekonomian

id saksi sidang,sidang korupsi dana kur rp29.6 miliar,kur bni,ppk kemenko perekonomian

Penyaluran KUR bentuk barang tidak diatur dalam Permenko Perekonomian

Saksi dari Kemenko Perekonomian RI yakni Irene Swa Suryani (tengah) bersama M. Subkhan (keempat kiri) memberikan kesaksian dalam sidang perkara korupsi penyaluran dana KUR yang merugikan negara Rp29,6 miliar di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Senin (27/2/2023). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam bentuk barang tidak ada diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian RI Nomor 8 Tahun 2019 tentang pedoman pelaksanaan KUR.

"Penyaluran bantuan (KUR) dalam bentuk barang, bukan uang, itu tidak ada diatur dalam Permenko Perekonomian RI Nomor 8 Tahun 2019," kata Irene Swa Suryani memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang perkara korupsi penyaluran dana KUR untuk kalangan petani di Lombok tahun 2020-2021 di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Senin.

Bahkan, Irene yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembayaran subsidi bunga KUR pada Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ini menjelaskan bahwa penyaluran dana KUR harus langsung dari pihak penyalur, yakni perbankan ke rekening debitur atau kalangan petani penerima bantuan.

"Jadi, uang (dana KUR) itu langsung masuk ke rekening individu debitur, dalam hal ini yang melakukan akad kredit dengan bank," ujarnya.

Perihal adanya penyaluran dana KUR dalam perkara ini masuk ke mitra atau perusahaan penjamin yang bertindak sebagai pihak ketiga, Irene menyatakan bahwa hal itu tidak sesuai dengan ketentuan Permenko Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019.

Hal demikian turut ditegaskan M. Subkhan, Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) pembayaran Subsidi Bunga KUR pada Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenko Perekonomian, yang hadir bersama Irene sebagai saksi.

"Tidak ada uang (dana KUR) yang masuk ke rekening mitra, harus masuk ke nasabah, dari penyalur ke debitur. Jadi, sesuai perjanjian dalam akad, harus masuk ke rekening masing-masing individu debitur," ucap Subkhan.

Keberadaan dari mitra pun, jelas dia, ada diatur dalam Permenko Perekonomian yang menjadi dasar pelaksanaan penyaluran dana KUR untuk kalangan petani di Lombok tahun 2020-2021. Peran mitra, jelas dia, hanya sebatas memfasilitasi penyaluran saja.

"Jadi, kalau di perkara ini bahasanya 'offtaker' (perusahaan penjamin pasar), itu belum ada di Permenko Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019, yang ada itu mitra," katanya.

Kalau pun ada, kata dia, keberadaan mitra atau yang saat ini disebut sebagai "offtaker", itu merupakan strategi penyalur untuk mempercepat target penyaluran KUR.

"Tentu keberadaan mitra harus dengan perjanjian kerja sama antara pihak mitra, bank, dan juga debitur," ujar dia.

Dia pun meyakini bahwa keberadaan perusahaan penjamin sebagai mitra harus punya kredibilitas dengan bukti sertifikasi khusus sebagai perantara dalam penyaluran dana KUR.

"Jadi, pihak penyalur dalam memilih mitra harus mengedepankan prinsip kehati-hatian, mengecek kredibilitas dari perusahaan itu, dan lebih baik lagi kalau sudah ada mengantongi sertifikasi," ucapnya.

Dalam dakwaan dari perkara ini pun terungkap bahwa PT Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai bank penyalur KUR menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) dengan Pemerintah RI dalam rangka pembiayaan skema subsidi bunga KUR. PKS tersebut terbit dengan Nomor: 22 /PKP/DEP.2/X/2019 dan DIR /503 pada tanggal 22 Oktober 2019.

Bahwa untuk penyaluran KUR tahun 2020-2021, PT BNI melalui kantor cabang di Kota Mataram menyalurkan untuk sektor pertanian.

Menindaklanjuti PKS tersebut, PT BNI Cabang Mataram menunjuk PT Sumba Moelti Agriculture (SMA) sebagai "offtaker" dalam pembiayaan KUR tanaman pertanian dengan metode penyaluran nontunai, yakni berupa benih, pupuk dan obat-obatan untuk usaha pertanian.

Dalam dakwaan pun, jaksa menguraikan bahwa terdakwa pertama, yakni Amiruddin sebagai Ketua PT BNI Cabang Mataram tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menunjuk PT SMA sebagai "offtaker", antara lain berkaitan dengan syarat menjadi debitur atau nasabah BNI dan PT SMA terungkap belum memiliki kerja sama minimal 6 bulan dengan petani.

Syarat tersebut, disampaikan penuntut umum dalam dakwaan sesuai aturan internal BNI Nomor: JAL/5/3299 tanggal 22 November 2018 perihal perangkat analisa kolektif KUR mikro untuk sektor produksi lintas musim.

Untuk pelaksanaan tugas sebagai "offtaker", Joanina Rachma Novinda sebagai Direktur PT SMA menunjuk CV Agro Biobriket dan Briket (ABB) milik terdakwa kedua, yakni Lalu Irham.

Terkait penunjukan itu telah diketahui terdakwa Amiruddin sesuai surat dari PT SMA Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020 pada tanggal 11 September 2020 yang ditandatangani oleh Direktur PT SMA yakni Joanina Rachma Novinda.

Sebagai Kepala PT BNI Cabang Mataram, terdakwa Amiruddin juga telah menyampingkan status CV ABB yang masuk dalam kategori tidak memenuhi persyaratan sesuai aturan internal BNI Nomor: JAL/5/3299 pada tanggal 22 November 2018 perihal perangkat analisa kolektif KUR mikro untuk sektor produksi lintas musim. Syarat tersebut berkaitan dengan rekam jejak CV ABB sebagai perantara tidak memiliki kemitraan dengan petani.

Dalam berkas dakwaan turut terungkap bahwa terdakwa Amiruddin sebagai Kepala PT BNI Cabang Mataram melakukan pemblokiran terhadap rekening 779 dari 789 debitur penerima bantuan dana KUR. Total penyaluran mencapai Rp29,6 miliar.

Meskipun uang telah masuk ke rekening yang mengatasnamakan para debitur, namun pihak bank tidak ada memberitahukan terkait pencairan dana KUR tersebut.

Terdakwa Lalu Irham pun melakukan pencairan dengan memanfaatkan perusahaan lain miliknya, yakni PT Mitra Universal Group (MUG) sebagai distributor sarana prasarana produksi pertanian (saprotan) yang dibutuhkan para petani KUR.

Dalam dakwaan, terdakwa Lalu Irham membuat seolah-olah PT MUG melakukan kerja sama dengan CV ABB dalam penyaluran saprotan yang menggunakan dana KUR. Dari adanya kerja sama tersebut, PT MUG membuat penagihan kepada CV ABB.

Adanya penagihan itu pun menjadi dasar CV ABB menarik dana KUR senilai puluhan miliar secara berkala dari PT BNI Cabang Mataram. Penarikan dana turut diketahui terdakwa Amiruddin sebagai Kepala PT BNI Cabang Mataram.

Dengan uraian dakwaan demikian, penuntut umum meyakinkan bahwa kerugian negara Rp29,6 miliar dalam perkara ini berasal dari pemindahbukuan dana KUR dari 779 rekening para petani yang ada di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.