Kepala Dinas ESDM NTB jadi tersangka korupsi pasir besi Lombok Timur

id Pasir besi,Korupsi pasir besi lombok Timur,Kadis ESDM korupsi pasir besi,Kadis ESDM tersangka korupsi,Pasir besi Lombok Timur

Kepala Dinas ESDM NTB jadi tersangka korupsi pasir besi Lombok Timur

Jaksa mengawal dua tersangka kasus dugaan korupsi tambang pasir besi di Blok Dedalpak, berinisial AZ (kiri) dan RA untuk selanjutnya menjalankan penahanan jaksa usai pemeriksaan di Kantor Kejati NTB, Mataram, Senin malam (13/3/2023).

Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi kegiatan tambang pasir besi oleh PT Anugerah Mitra Graha (AMG) di Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur.

Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati yang ditemui di Kejati NTB, Senin malam, mengungkapkan dua tersangka tersebut berinisial ZA, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB dan RA, dari pihak PT AMG.

"ZA ini merupakan pejabat ASN dan RA dari PT AMG," kata Ely.

Baca juga: Kadis ESDM NTB ditahan di Rutan Lapas Kelas IIA Mataram
Baca juga: Kasus korupsi tambang pasir besi di Pringgabaya, pejabat Dinas ESDM NTB diperiksa


Dia pun meyakinkan bahwa penetapan keduanya sebagai tersangka usai pemeriksaan tambahan yang berlangsung sejak Senin (13/3) pagi di Kantor Kejati NTB.

Usai pemeriksaan sekitar pukul 20.00 Wita, penyidik langsung melakukan penahanan terhadap kedua tersangka di Rumah Tahanan (Rutan) Lapas Kelas IIA Mataram.

"Dasar penyidik melakukan penahanan ini sesuai syarat subjektif dan objektif," ujarnya.

Untuk alasan objektif penahanan, jelas dia, dikhawatirkan tersangka menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan pidana.

"Untuk alasan subjektif penahanan sesuai Pasal 21 ayat (4) KUHAP, antara lain terkait ancaman pidana dalam perkara ini di atas 5 tahun penjara," ucapnya.
  Ely pun meyakinkan penetapan keduanya sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang mengarah pada penyalahgunaan kewenangan dalam kegiatan tambang pasir besi oleh PT AMG di Blok Dedalpak.

Sebagai tersangka, penyidik menerapkan sangkaan pidana Pasal Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Kasus ini masuk tahap penyidikan sesuai dengan surat perintah dari Kepala Kejati NTB nomor: Print-01/N.2/Fd.1/01/2023, pada 18 Januari 2023.

Tindak lanjut dari surat perintah tersebut, kejaksaan telah memeriksa sejumlah pejabat daerah, antara lain Sekretaris Daerah (Sekda) NTB Lalu Gita Ariadi, Bupati Lombok Timur Sukiman Azmy, mantan Bupati Lombok Timur Ali Bin Dachlan, Kepala Dinas ESDM NTB Zainal Abidin bersama sejumlah pejabat di lingkup Dinas ESDM NTB serta Kementerian ESDM Perwakilan NTB.

Ada juga pemeriksaan terhadap pihak perusahaan yang membeli material hasil tambang pasir besi tersebut. Perusahaan yang berkantor pusat di Palembang, itu adalah PT Semen Baturaja (SMBR). Untuk pemeriksaan terhadap PT AMG, Kejati NTB belum secara transparan mengungkap hal tersebut ke publik.

Selain itu, penyidik kejakaaan juga telah melakukan penggeledahan, Kamis (9/3), di Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB dan Kantor PT Anugerah Mitra Graha (AMG) yang beralamat di Kabupaten Lombok Timur.

Penggeledahan di dua lokasi ini pun merupakan tindak lanjut dari adanya penerbitan surat perintah penggeledahan Kepala Kejati NTB Nomor: Print-42/N.2/Fd.1/02/2023. Untuk kasus ini pun, jaksa belum mengungkap arah dari penanganan yang telah dipastikan berkaitan dengan adanya dugaan korupsi tersebut. Termasuk, upaya kejaksaan melengkapi alat bukti terkait kerugian negara.

"Untuk kerugian negara masih dalam penelusuran," ucap dia.

Sebelumnya, tersangka AZ mengungkapkan PT AMG yang berperan sebagai perusahaan penambang pasir besi di Blok Dedalpak telah mengantongi legalitas izin yang berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.

Namun, ada dugaan perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta Utara itu melakukan kegiatan tambang pada tahun 2021 sampai 2022 tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahunan dari Kementerian ESDM RI.