Denpasar (ANTARA) - Akademisi yang juga peneliti bidang lingkungan di Universitas Udayana I Gede Hendrawan mengharapkan penanganan sampah di Provinsi Bali dapat dilaksanakan secara holistik dan bersamaan sehingga bisa memberikan hasil yang optimal.
"Penanganan sampah tidak bisa dilakukan secara parsial, ketika di tingkat rumah tangga sampah sudah dipilah tetapi pengangkutannya tidak tersedia dan dicampur lagi, kan jadi rugi usaha yang dilakukan," kata Hendrawan di Denpasar, Kamis.
Hendrawan menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam acara diskusi kelompok terfokus (FGD) bertajuk Bali Darurat Sampah yang digelar oleh Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS). "Demikian pula TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) juga tidak bisa berdiri sendiri dan tidak bisa sukses kalau di bagian hulu (rumah tangga) tidak dilakukan pemilahan," ujarnya.
Jika tidak dilakukan pemilahan, lanjut Hendrawan, maka sumber daya yang dibutuhkan di TPS3R menjadi lebih besar lagi dan akan terjadi gunungan sampah TPS3R di setiap desa. Terlebih rata-rata produksi sampah di Provinsi Bali per harinya berdasarkan data 2019 saja mencapai sekitar 4.200 ton
"Dengan sampah sudah terpilah, maka komposting bisa lebih mudah dilakukan, pencacahan plastik bisa dilakukan, botol-botol maupun kemasan yang memiliki nilai ekonomi bisa dijual lagi," ucapnya.
Hendrawan menambahkan, sampah yang tidak bisa diolah di TPS3R, kemudian masuk ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Sampah yang memang benar-benar tidak bisa ditangani di TPST baru kemudian dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). "Dengan demikian beban di TPA menjadi sangat ringan dan tidak butuh lahan yang luas, namun tentu harus dengan teknologi yang bagus," katanya.
Di sisi lain, Hendrawan juga mendorong agar juga rutin dilakukan kegiatan bersih-bersih sungai sehingga bisa diminimalisasi sampah yang masuk ke laut. "Jika selama ini sering hanya dilakukan beach clean up, mengapa tidak dilakukan river clean up?" katanya mempertanyakan.
Direktur Utama PT Cahaya Terang Bumi Lestari Putu Ivan Yunatana, narasumber berikutnya mengatakan Bali semestinya bersyukur telah mendapatkan banyak perhatian dari pemerintah pusat untuk penanganan sampah. "TPST yang dibangun di Bali juga akan dijadikan role model dari TPST-TPST yang akan dibangun di sejumlah daerah di Indonesia," ujarnya.
Selain itu, Ivan juga menyarankan sebelum mulai dilakukan penyediaan teknologi untuk penanganan sampah di suatu daerah, sebaiknya dipelajari karakteristik sampah yang dihasilkan masyarakat.
"Kalau tidak disesuaikan, nantinya akan terkait dengan keberlanjutan penanganan sampah. Contohnya saja karakteristik sampah di Bali itu unik karena seringkali meskipun sampah organik sisa upacara, masih ada tercampur unsur logamnya dari penggunaan uang kepeng," katanya.
Baca juga: 60 persen sampah Mataram akan terkelola di TPST modern
Baca juga: Petugas DLH Loteng memilah sampah ajang WSBK 2023
Sisa-sisa logam itu jika masuk pada mesin pengolahan sampah organik, tambah Ivan, tentu akan berakibat kerusakan pada mesin yang digunakan. "Kami telah membantu menyediakan teknologi sederhana untuk mengolah residu sehingga tidak sampai menjadi sampah baru di tempat pembuangan akhir," ujarnya.
Selain pentingnya pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, Ivan menyarankan kalangan dunia usaha juga aktif melakukan pemilahan sampah. "Untuk penanganan sampah kita mesti duduk bersama, tidak saja perlu peran pemerintah dengan pemerhati lingkungan, namun juga mesti bicara dengan dunia usaha terutama yang kemasan produknya berkontribusi menjadi penyumbang sampah plastik," ucapnya.
Sampah plastik yang kerap membanjiri kawasan pantai, salah satunya Pantai Kuta saat musim-musim tertentu dinilai juga dapat berpengaruh pada citra pariwisata Bali sehingga semestinya harus ada solusi yang tepat.