Mataram (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) terus menggencarkan kampanye program Subsidi Tepat. Bahkan, Pertamina Patra Niaga memperluas kota/kabupaten yang menjadi lokasi uji coba penerapan Subsidi Tepat secara menyeluruh/full cycle untuk produk Solar Subsidi. Karena subsidi ditujukan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Menurut Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Region Jatimbalinus, Deden Mochammad Idhani, jika sebelumnya program subsidi tepat baru diterapkan di 11 kota/kabupaten di Indonesia, maka saat ini telah diperluas menjadi 34 kota/kabupaten di seluruh Indonesia.
Di Jawa Timur, uji coba tahap pertama diberlakukan di Kota Mojokerto, Kota Kediri dan Kabupaten Lumajang. Karena animo masyarakat untuk mendaftarkan kendaraannya dalam uji coba full cycle, untuk tahap kedua ada penambahan lima kota/kabupaten, yaitu Kabupaten Kediri, Kota Madiun, Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Mojokerto. “Total ada delapan kabupaten/kota di Jawa Timur yang sudah menerapkan subsidi tepat secara menyeluruh untuk produk solar subsidi,” kata Deden di Surabaya, akhir pekan lalu.
Uji coba kedua sebenarnya sudah dimulai sejak 26 Desember 2022. Namun, kata Deden, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat masih terus dilakukan. Masyarakat pun diimbau untuk mendaftarkan kendaraannya dan mendapatkan QR Code. "Pertamina menyediakan help desk atau booth untuk memudahkan masyarakat yang ingin dibantu untuk mendaftar," ujarnya.
Di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), help desk berada di jalur terpisah, sehingga tidak mengganggu antrian masyarakat yang akan membeli BBM. Pertamina pun telah menyiagakan petugas di 1.300 booth pendaftaran yang bisa membantu masyarakat untuk melengkapi data dan dokumen di website. Satu QR Code berlaku untuk satu kendaraan.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menjelaskan, distribusi BBM memang harus dikendalikan. Apalagi harga BBM murah kini hanya sekadar mitos. Karena, untuk memenuhi kebutuhan BBM masyarakat, pemerintah Indonesia harus mengimpor minyak mentah maupun BBM. “Pemerintah perlu mengendalikan harga jual demi menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya.
Untuk solar, pemerintah telah memberikan subsidi dan kompensasi. Pada tahun 2023, pemerintah mengalokasikan subsidi sebesar Rp1.000 untuk setiap liter solar yang dijual dengan harga Rp6.800. “Pemerintah masih membayar lagi ke Pertamina, selisih atau gap dari 6.800 harga jualnya. Nah, harga keekonomiannya lebih dari itu. Selisihnya itu dibayarkan ke Pertamina. Begitu juga dengan pertalite, harganya ditentukan pemerintah,” katanya.
Untuk itulah, pemerintah berupaya mengendalikan distribusi BBM, terutama BBM bersubsidi. Sementara, ada tiga kriteria BBM bersubsidi, yaitu pengaturan volume subsidi, pengaturan harga, dan pengaturan konsumen. Untuk konsumen BBM bersubsidi masing-masing adalah sektor transportasi, perikanan, UMKM, dan sebagainya. “Harga keekonomian itu misalnya Solar Rp17.650, tetapi dijual dengan harga Rp6.800,” kata Saleh.
Berdasarkan Survei KedaiKOPI, 74,9% masyarakat pengguna kendaraan bermotor di Indonesia berpendapat bahwa Pertamina telah menyediakan BBM dengan harga yang terjangkau. Pertamina menjadi pilihan utama mayoritas informan, terutama dari kelas bawah. Mereka menilai, ini adalah salah satu wujud tanggung jawab Pertamina sebagai BUMN. KedaiKOPI melaksanakan survei secara tatap muka menggunakan multistage random sampling terhadap 2.400 pengendara bermotor (MoE 2.04%) di 34 Provinsi pada 28 November-13 Desember 2022.