Sumbawa Barat, (Antara NTB) - Forum Komunikasi Kepala Desa Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, mempertanyakan minimnya alokasi dana desa yang dicantumkan pemerintah daerah setempat di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015.
"Kami meminta pemerintah daerah memberi klarifikasi masalah tersebut secara transparan," kata Ketua Forum Komunikasi Kepala Desa (FK2D) Sumbawa Barat Lukmanul Hakim, di Taliwang, ibu kota Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat.
Menurut dia, jumlah alokasi dana desa (ADD) yang dianggarkan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat masih sangat jauh dari ketentuan, seperti diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam UU tersebut, pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran sebesar sepuluh persen dari total dana perimbangan yang diterima daerah dari pusat, sebagai ADD.
"Dalam APBD 2015 Pemerintah daerah hanya mengalokasikan sebesar Rp18,7 miliar. Memang ada kenaikan sekitar Rp1 miliar dibanding tahun 2014, tetapi dari analisa kami, jumlah itu hanya sekitar empat persen dari ketentuan UU Desa," ujarnya.
Selain alokasi yang bersumber dari dana perimbangan, kata dia, UU Desa juga mengatur tentang kewajiban pemerintah daerah menganggarkan dana desa sebesar 10 persen dari total nilai pendapatan asli daerah (PAD).
Dari 10 persen itu, sebesar 60 persen dibagi lagi secara proporsional ke tiap-tiap desa dan 40 persen dibagi sesuai kondisi desa.
"Kami ingin tahu bagaimana mekanisme pengganggarannya, berapa yang bersumber dari dana perimbangan, berapa yang bersumber dari PAD, biar jelas dan transparan. Selama ini kai tidak tahu, hanya menerima nilai globalnya Rp18,7 miliar," ucapnya.
Ia mengatakan, kendatipun pemerintah daerah mengalokasikan sisa dana desa itu ke pos lain yang sah di APBD, tetapi desa perlu mendapat penjelasan tentang dasar kenapa nilai pengalokasian dana desa tersebut tidak sesuai ketentuan UU.
Untuk memperjuangkan hal itu, kata Lukmanul, FKD Sumbawa Barat akan segera melakukan konsolidasi untuk meminta penjelasan dari pemerintah daerah melalui DPRD.
"Ini merupakan kewajiban pemerintah daerah yang diatur UU. Karena itu harus transparan agar tidak menimbulkan pertanyaan masyarakat," katanya. (*)