Mataram (ANTARA) - Penyidik Kepolisian Resor Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat kembali menetapkan seorang pimpinan pondok pesantren (ponpes) sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual atau pencabulan terhadap santriwati.
Kepala Seksi Humas Polres Lombok Timur Nicolas Oesman melalui sambungan telepon di Mataram, Rabu, mengungkapkan bahwa tersangka kali ini merupakan pimpinan ponpes yang berada di wilayah Sikur.
"Pimpinan ponpes di Sikur yang menjadi tersangka itu berinisial HN, kelahiran 1972," kata Nicolas.
Baca juga: Dua oknum pimpinan ponpes di Lombok Timur di sel karena cabuli santriwati
Baca juga: Terungkap! kasus pelecehan seksual santriwati terjadi juga di Sikur dan Pringgabaya
Dari adanya penetapan tersebut, penyidik menindaklanjuti dengan melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan di Rutan Polres Lombok Timur.
"Jadi, tadi malam selesai pemeriksaan, HN langsung ditahan," ujarnya.
Dengan adanya proses hukum demikian, Direktur Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram Joko Jumadi memberikan apresiasi kepada penyidik.
"Kami apresiasi kinerja penyidik yang pada akhirnya memberikan progres penanganan hukum. Ini awal yang bagus," kata Joko.
Namun demikian, dia mengingatkan bahwa dalam kasus yang berkaitan dengan pelecehan seksual terhadap anak ini pihak kepolisian juga harus memikirkan tentang perlindungan saksi dan korban.
"Karena dari informasi yang kami dapatkan di lapangan, ada saksi dari kasus ini yang mendapatkan intimidasi dari orang-orang pelaku," ujarnya.
Dengan adanya informasi tersebut, Joko pun meyakinkan bahwa dirinya bersama tim di Kota Mataram akan merapat ke Kabupaten Lombok Timur.
"Tujuannya untuk melihat seperti apa bentuk intimidasi itu," ucap dia.
Apabila bentuk intimidasi tersebut tergolong sangat mengganggu keamanan saksi, Joko memastikan akan mengajak lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) untuk membantu memberikan perlindungan terhadap saksi.
"Tetapi, harus kami pastikan dahulu intimidasinya itu seperti apa," kata Joko.