Jakarta (ANTARA) - Bangga. Satu kata yang menggambarkan prestasi legenda bola basket Indonesia Sony Hendrawan atau Liem Tjien Siong yang namanya diabadikan di FIBA Hall of Fame Class of 2023.
Nama Sony sejajar dengan deretan sosok yang dianggap berdedikasi besar terhadap perkembangan bola basket dunia. Sebagai informasi, Hall of Fame didirikan pada 2007. Hingga saat ini telah menetapkan lebih dari 122 pemain dan pelatih luar biasa baik putra maupun putri dari 37 negara dan lima benua. Jejak para penerima anugerah Hall of Fame diabadikan di Patrick Baumann House of Basketball di Mies, Swiss.
Sony masuk dalam daftar Hall of Fame yang diumumkan, Jumat (2/6/). Namanya bersanding dengan sembilan pemain basket legendaris dari berbagai belahan dunia baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.
Satu nama yang paling mencolok di antara peraih penghargaan prestisius tahun ini adalah mantan bintang NBA asal China Yao Ming. Ada juga Amaya Valdemoro (Spanyol), Yuko Oga (Jepang), Penny Taylor (Australia), Katrina McClain (Amerika Serikat), Wlamir Marques (Brasil), Angelo Monteiro dos Santos Victoriano (Angola), Carlos Loyzaga (Filipina - anumerta), dan Zurab Sakandelidze (Georgia - anumerta).
Selain itu, penghargaan juga diberikan kepada pelatih bola basket yakni Valerie Garnier (Prancis) dan Alessandro Gamba (Italia). Sony pun bisa menyembunyikan rasa bahagia ketika mendapat informasi namanya masuk dalam daftar Hall of Fame FIBA.
"Sebelumnya dari FIBA dan Perbasi ada yang mengontak memberitahukan hal ini. Ya, gembira," ujar Sony dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Para penerima penghargaan Hall of Fame akan diabadikan dalam sebuah upacara bergengsi di Manila, Filipina, menjelang FIBA World Cup 2023. Acara tersebut dijadwalkan berlangsung pada 23 Agustus malam atau setelah penutupan Kongres FIBA.
Perjalanan panjang
Sony telah melalui banyak hal sebagai pebasket profesional. Perjalanan pria asal Semarang itu dalam olahraga bola basket diawali dengan memperkuat klub Sahabat Surabaya.
Bersama tim Jawa Timur itu, dia meraih medali emas Pekan Olahraga Nasional (PON) VII/1969 di Surabaya. "Saat itu saya bekerja di Surabaya, setelah lima tahun kembali lagi ke Semarang dan bergabung dengan Sahabat Semarang," kata Sony.
Dalam kesempatan ini, dia juga berbagi cerita perjalanan karier selanjutnya, termasuk ketika mengikuti ajang-ajang besar bersama skuad Merah Putih. Misalnya pada 1964, ketika Sony bersama tim Indonesia mengalahkan Filipina 98-86 dalam pertandingan Pra-Olimpiade di Yokohama, Jepang.
Momen tersebut takkan terlupakan dan paling berkesan karena kala itu Filipina adalah tim kuat yang satu tahun sebelumnya menjadi juara FIBA Asia, ketika itu masih bernama ABC Championship. Tak berhenti di situ, karier Sony makin melejit. Pada 1966, Sony turut andil membawa Indonesia menjadi runner-up Games of New Emerging Forces (Ganefo) 2, pesta olahraga bangsa-bangsa yang diprakarsai oleh Presiden Soekarno sebagai tandingan Olimpiade. Indonesia saat itu kalah dari China pada partai final.
Kemudian pada 1967, Indonesia menempati peringkat empat FIBA Asia di Seoul, Korea Selatan. "Saat itu saya lima terbaik top skor turnamen. Tim kita sendiri finis di posisi empat," kata Sony. Berdasarkan catatan, pada turnamen yang berlangsung dengan sistem round-robin tersebut, tim Indonesia menang melawan India (130-107), Malaysia (89-80), Thailand (97-90), Singapura (110-75), dan Hong Kong (94-54).
Sisanya lima laga lain berakhir dengan kekalahan, termasuk melawan Filipina yang akhirnya menjadi juara dalam FIBA Asia atau ABC Championship 1967. Pada 1968, Sony memperkuat Indonesia berlaga pada Pra-Olimpiade di Monterrey, Meksiko. Kala itu, Indonesia kalah Polandia, Spanyol, dan Uruguay. Namun Sony dan kawan-kawan membuat kejutan dengan menumbangkan Australia dengan skor 58-51.
"Karena kami kalah postur ya harus bermain cepat. Kebetulan walaupun saya tidak terlalu tinggi, lompatan saya tinggi. Saya masih menyimpan foto-foto ketika berebut bola dengan pemain-pemain yang memiliki postur dua meter tapi saya bisa menang," kata Sony. Salah satu media cetak Filipina pernah mengulas kehebatan Sony. Salah satunya adalah kemampuannya menembak bola dengan tangan kiri dan kanan dalam pertandingan.
"Saya rasa sampai sekarang belum ada pemain kita yang bisa melakukan itu dalam pertandingan. Kebetulan saat saya menembak dengan tangan kanan dan kiri itu semuanya pernah didokumentasikan oleh media," ujar Sony.
Pesan
Pria yang lahir pada 21 Juni 1943 itu sudah berhenti bermain basket ketika berusia 72 tahun. Namun dia masih menyempatkan menonton pertandingan bola basket, terutama untuk kelompok veteran bersama dengan rekan-rekannya yang dulu pernah bermain basket bersama.
Sebagai legenda bola basket Tanah Air, ia mengaku bangga Indonesia bisa menjadi tuan rumah kejuaraan besar dunia sekelas Piala Dunia FIBA 2023. Menurutnya, ajang tersebut menjadi momentum yang baik untuk bola basket di Indonesia, khususnya untuk anak-anak yang akan melihat langsung aksi dari para pemain dunia.
Baca juga: Kunci pebasket Clarita sukses sabet emas basket SEA Games
Baca juga: Prawira Bandung sikat Mountain Gold skor 108-62
Dia juga berpesan kepada generasi muda Indonesia agar memiliki tekad yang kuat untuk menjadi lebih baik. "Tidak cukup hanya dengan berlatih dengan klub, tapi juga harus menambah latihan sendiri," katanya.
"Dahulu saya berlatih sendiri di lapangan outdoor jam 1 siang supaya kemampuan saya terus meningkat. Sekarang harusnya bisa lebih baik dari dulu karena fasilitas dan lapangan juga lebih bagus. Mereka harus punya motivasi ekstra dari diri sendiri untuk terus mengasah kemampuan," pungkas Sony.