Kejari Bima NTB ajukan banding terkait vonis korupsi saprodi

id Saprodi Bima,Sawah di Bima,Korupsi Sawah di Bima,Bima,Kejari Bima

Kejari Bima NTB ajukan banding terkait vonis korupsi saprodi

Arsip foto-Terdakwa Muhamad bersama Nur Mayangsari duduk di kursi pesakitan mendengarkan majelis hakim membacakan vonis perkara korupsi saprodi dan cetak sawah baru tahun 2016 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Rabu (14/6/2023). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Bima, Nusa Tenggara Barat mengajukan upaya hukum banding terkait vonis dua terdakwa program penyaluran bantuan sarana produksi (saprodi) dan cetak sawah baru tahun anggaran 2016.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Andi Sudirman melalui sambungan telepon, Senin, mengatakan bahwa pihaknya mengajukan upaya banding untuk vonis terdakwa Muhamad dan Nur Mayangsari.

"Iya, kami sudah menyatakan upaya hukum banding ke pengadilan untuk terdakwa Muhamad dan Nur Mayangsari. Jadi, sekarang kami sedang siapkan memori banding," kata Andi.

Dia menjelaskan pertimbangan penuntut umum mengajukan upaya hukum lanjutan itu terkait dengan vonis kedua terdakwa yang lebih rendah dari tuntutan jaksa.

Selain itu, terkait dengan kerugian negara yang ditetapkan majelis hakim jauh berbeda dengan hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram pada Rabu (14/6), menjatuhkan vonis hukuman 2 tahun penjara kepada terdakwa Muhamad yang menjabat sebagai Kepala Bidang Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima.

Untuk terdakwa Nur Mayangsari sebagai Kepala Seksi (Kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima nonaktif, hakim menjatuhkan vonis hukuman 1 tahun penjara.

Kepada kedua terdakwa, hakim turut menetapkan pidana denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan dan membebankan uang pengganti kerugian negara dengan nilai Rp86 juta untuk terdakwa Muhamad dan Rp43 juta untuk terdakwa Nur Mayangsari.

Dalam putusan, hakim menyatakan kedua terdakwa secara bersama-sama dengan mantan Kepala Dinas PTPH Kabupaten Bima M. Tayeb yang telah divonis 3 tahun penjara melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan dalam jabatan.

Akibat adanya penyalahgunaan kewenangan itu pun, hakim menetapkan adanya angka kerugian negara senilai Rp260 juta dengan membebankan M. Tayeb membayar uang pengganti sebesar Rp130 juta. Angka ini berbeda dengan hasil audit BPKP NTB senilai Rp5,1 miliar.