Nurul Haramain Pencetak "pahlawan" Lingkungan

id mensos ponpes nurul haramain

Nurul Haramain Pencetak "pahlawan" Lingkungan

Pondok Pesantren Nurul Haramaian Narmada, Lombok Barat yang didirikan TGH Juanini Muchtar tahun 1952 erupakan ponpes peduli lingkungan

...Lahan yang ada di lingkungan pondok pesantren yang didirikan Tuan Guru Haji (TGH) Juaini Muchtar (almarhum) tahun 1952 dihiasi berbagai jenis tanaman kayu dan buah-buahan...".
Mataram,  (Antara NTB) - Anggapan bahwa para santri dan santriwati di pondok pesantren hanya berkutat dengan "tafaqquh fiddin" (pendidikan agama) saja dan mengkaji kitab kuning agaknya tak sepenuhnya benar.

Setidaknya itu telah dibuktikan oleh Pondok Pesantren Nurul Haramain di Desa Lebuak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Salah satu pondok pesanren terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat dikenal peduli terhadap lingkungan.

Lahan yang ada di lingkungan pondok pesantren yang didirikan Tuan Guru Haji (TGH) Juaini Muchtar (almarhum) tahun 1952 dihiasi berbagai jenis tanaman kayu dan buah-buahan.

Pondok pesantren tersebut memproduksi sedikitnya tiga juta bibit pohonsetiap tahun untuk menghijaukan hutan yang gundul dan sebagian dibagikan secara gratis kepada masyarakat.

Pengasuh Pondok Pesantren Haramain Narma TGH Hasanain Juani bersama-sama para santri dan santriwati Pondok menargetkan rehabilitasi kawasan hutan seluas 300 hektare hutan di Desa Sesaot yang rusak akibat perambahan liar.

"Ada sekitar 14 ribu hektare hutan Sesaot yang rusak, tapi saya janji kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup akan merehabilitasi seluas 300 hektare bersama anak didik saya dalam jangka waktu 15 tahun," kata Hasanain.

"Saya tidak ingin melihat apa penyebab hutan Sesaot rusak karena yang terpenting adalah hutan harus segera dipulihkan fungsinya sebagai daerah resapan air hujan dan sumber mata air bagi kehidupan," katanya.

Kalau tidak direhabilitasi, kata Hasanain, air akan hilang, pertanian dan perkebunan tidak bisa bangkit lagi, perikanan peternakan juga tidak bisa berkembang agi karena tidak didukung cadangan air yang cukup.

Ia mengakui persiapan untuk melakukan upaya rehabilitasi itu berat, namun itu tidak bisa dijadikan sebagai kendala untuk melakukan upaya penghijauan kembali dalam jangka 15 tahun ke depan.

Pondok Pesantren Nurul Haramain akan menyiapkan bibit pohon endemik hutan Sesaot.

Secara mandiri yang nantinya akan ditanam oleh para santri dan santriwati secara bergiliran setiap minggu sambil melakukan kegiatan perkemahan.

"Saya sudah janji sama Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, kalau 300 hektare hutan rusak itu tidak hijau kembali dalam 15 tahun yang akan datang, borgol saya," ujar Hasanain.

Berkat kepeduliannya terhadap pelestarian hutan melalui upaya penanaman pohon, TGH Hasanain Juaini menerima penghargaan Ramon Magsaysay 2011.

Penyerahan penghargaan itu dilakukan di gedung Pusat Kebudayaan Filipina di Manila, pada 31 Agustus 2011.

Selain kepeduliannya terhada pelestarian lingkungan, Hasanain Juaini meraih penghargaan internasiona bidang lingkungan itu karena kepeduliannya terhadap masyarakat berbasis pendekatan pendidikan pesantren di Indonesia, kreatif mempromosikan nilai-nilai kesetaraan gender dan kerukunan beragama serta memberdayakan komunitas kaum muda.

Keberhasilan Pondok Pesantren Nurul Haramain Narmada dalam melestarikan lingkungan dengan melibatkan ribuan santri dan santriwati mendorong Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa untuk mengukuhkan para relawan yang menjadi "pahlawan" lingkungan itu.

Menteri sosial kemudian melantik ribuan santri dan santriwati Pondok Pesantren Nurul Haramain, Narmada, Kabupaten Lombok Barat pada Sabtu, 2 April 2016 sebagai relawan.



Semangat sukarelawan

Khofifah menilai ada semangat sukarelawan pondok pesantren itu luar biasa. Cerita sukses sukarelawan yang dibangun oleh para santri dan santriwati Pondok Pesantren Nurul Haramain ini adalah menanam dan menanam.

"Sangat banyak penghargaan yang diberikan oleh sejumlah lembaga kepada pondok pesantren ini," katanya.

Berbagai penghargaan tersebut, kata dia, akan sangat baik kalau dijadikan "role model" (teladan) untuk membangun kerelawanan di masing-masing komunitas, terutama yang berbasis pondok pesantren dengan menggerakkan para santri dan santriwatinya untuk menanam.

Upaya itu akan menjadi penguatan kohesivitas daya dukung alam.

"Jadi daya dukung lingkungan kita ini mengalami kerentanan karena banyak pohon yang sudah dibabat, sehingga salah satu solusinya adalah santri menanam," ujarnya.

Menurut Khofifah, Pondok Pesantren Nurul Haramain juga mengajak semua warga menyisir sungai, pantai dan juga ada program literasi terkait pelestarian lingkungan.

Pondok pesantren yang pernah dikunjungi Khofifah pada 2001 juga menyisir semua lini. Hal itu juga bisa menjadi salah satu model bagaimana pesantren memberi sinar bagi masyarakat di sekitarnya.

"Saya tahu, khusus untuk hutan berbasis pesantren, dimulai di sini, sudah banyak produknya," ujar Khofifah.

Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan di era Presiden Abdurrahman Wahid (alm) ini mengakui Pondok Pesantren Nurul Haramain sudah membuktikan diri menjadi lembaga pendidikan Islami yang peduli lingkungan dengan menghijaukan puluhan hektare hutan kritis dalam waktu lama.

"Itu artinya ada istiqomah," kata Khofifah yang juga Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama (NU).

Menurut dia, komunitas pondok pesantren ini menjadi sangat penting untuk bisa memberikan penguatan pada pondok pesantren lain supaya masalah banjir pada saat musim hujan dan krisis air pada saat musim kemarau.

"Dengan sukarelawan santri menyisir sungai untuk membersihkan sampah, tanam pohon. Ini suatu yang inspiratif yang dilakukan oleh santri," katanya.

Dia mengatakan dibutuhkan kohesivitas daya dukung alam dan lingkungan agar terjadi keseimbangan dan harmoni, salah satunya, dilakukan penguatan oleh pondok pesantren.

Ponpes Haramain, kata dia, telah memberikan inspirasi dan energi positif bagi ponpes-ponpes lain di seluruh Indonesia untuk aktif menjaga dan melakukan penanaman kembali hutan yang telah rusak.

"Kesuksesan Ponpes Nurul Haramain bisa dijadikan `role model` bagi ponpes-ponpes lain agar senantiasa menjaga dan melestarikan alam serta lingkungan di sekitarnya," kata Khofifah.

Memang diperlukan waduk dan bendungan, tetapi ada yang lebih penting saat ini untuk senantiasa melakukan penanaman pohon. Saat musim kemarau tiba air tetap ada dan ketika masa hujan banjir tidak datang.

Sejatinya keberhasilan Haramain telah diakui di dalam maupun luar negeri dengan meraih sejumlah penghargaan di bidang pelestarian alam dan lingkungan.

Keberhasilan Ponpes menanam kembali hutan tersebut, tidak lepas dari adanya relawan santri dan santiwati yang dibimbing langsung oleh tuan guru dan sikap istiqomah dalam melaksanakan program penghijauan.

"Kunci sukses program selain dibimbing oleh tuan guru, juga ada sikap istiqamah dari relawan dalam melaksanakan program, sekaligus mengajak kita menyusuri dan membersikhan sampah di sepanjang sungai dan pantai," ujarnya.

Selain itu, kata Khofifah, di pondok pesantren ini juga ternyata ada "disaster management" atau menajemen bencana yang bisa dilibatkan dalam pencegahan dan penanganan bencana.

Karena itu, kaanya ke depan akan dilakukan penandatanganan nota kesepamhaman (MoU) dengan Kemensos terkait penanganan bencana, karena di pondok pesantren ini ada "disaster management".

Melalui MoU akan terjadi jalinan komunikasi dan sinergitas antara disaster manajemen dan Kemensos, sehingga di tengah kehidupan masyarakat akan ada living harmony with disaster.

"Adanya kohesivitas daya dukung alam dan lingkungan yang seimbang melahirkan `living harmony with disaster` menjadikan warga tidak mudah stess ketika terjadi bencana alam maupun sosial," katanya.

Sejatinya Pondok Pesantren Nurul Haramain Narmada telah berhasil berhasil mewujudkan lembaga pendidikan yang ramah lingkungan.

Beberapa tahun lalu pengasuh Pondok Pesantren Nurul Haramain membeli lahan gundul di kawasan hutan seluas lebih dari 33 hektar, kemudian ditanami pohon dan kini telah menjadi lahan hijau dan lebat.

Proses penghijauan itu memakan waktu lebih dari sembilan tahun yang melibatkan santri serta warga sekitar. Dana yang dikeluarkannya tidak sedikit mencapai Rp 4,3 miliar lebih.

Karena itu agaknya tidak berlebihan jika Nurul Haamain ini disebut sebagai pondok pesantren pencetak "pahlawan" lingkungan yang akan berjuang untuk menciptakan keseimbangan alam dalam rangka mewujudkan harmoni kehidupan.(*)