Kejari Lombok Timur memperkuat alat bukti kasus korupsi dana APM

id audit kerugian negara,audit inspektorat,kasus korupsi dana apm

Kejari Lombok Timur memperkuat alat bukti kasus korupsi dana APM

Kepala Kejari Lombok Timur Efi Laila Kholis. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri(Kejari) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat(NTB) memperkuat alat bukti kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (APM) tahun 2017 sampai 2021.

"Memang dalam penanganan kasus itu sedikitnya butuh dua alat bukti untuk menetapkan tersangka. Namun, untuk mengantisipasi hal-hal lain seperti keberatan penetapan tersangka, penolakan berkas, itu harus kami siapkan bukti yang cukup kuat. Jadi, kalau sudah begitu, enggak ada alasan lagi untuk tidak tetapkan tersangka," kata Kepala Kejari Lombok Timur Efi Laila Kholis di Mataram, Rabu.

Dalam tahap penyidikan ini, Kejari Lombok Timur belum menetapkan tersangka. Meskipun telah mendapatkan keterangan saksi maupun pemeriksaan dokumen, namun pihaknya masih harus menunggu hasil audit kerugian negara dari inspektorat.

"Karena memang dalam penanganan kasus korupsi, itu kerugian negara harus ada. Kami bisa saja hitung sendiri, tetapi kasus ini 'kan banyak itemnya, tentu itu harus dari auditor sebagai ahli," ujarnya.

Terkait dengan hal tersebut, Efi mengungkapkan bahwa pihaknya berharap pihak inspektorat bisa dengan cepat merilis hasil audit kepada penyidik agar kepastian hukum dari kasus ini bisa segera terungkap.

"Janjinya bulan ini (November 2023), semoga bisa disegerakan," ucap dia.

Dengan status menunggu hasil audit dari inspektorat, Efi mengatakan bahwa pihaknya belum bisa menentukan arah penyidikan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi tersebut.

"Apakah arahnya gratifikasi atau penyalahgunaan kewenangan, harus kami pelajari dulu dari hasil audit. Kami harus lihat seperti apa temuannya (inspektorat)," ujarnya.

Meskipun belum mendapatkan hasil audit, namun Efi melihat peran tersangka dalam kasus ini lebih dari satu orang.

"Enggak mungkin yang namanya korupsi itu bertindak sendiri, minimal itu harus dua tiga orang. Dengan siapa dia bekerja sama, apakah melibatkan kewenangan, siapa yang diuntungkan. Jadi, kemungkinan (tersangka) lebih dari satu," ucap dia.

Kejari Lombok Timur menetapkan status penanganan kasus dugaan korupsi dana APM ini ke tahap penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara yang telah mengungkap adanya indikasi perbuatan melawan hukum (PMH).

Pengelolaan dana APM bersumber dari dana hibah APBN dalam program bantuan layanan masyarakat (BLM) tahun 2009. Program ini bergulir di tengah masyarakat. Mereka bisa mendapatkan bantuan dana dalam bentuk kredit usaha kelompok.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur Isa Ansyori sebelumnya mengatakan bahwa dana APM ini merupakan transformasi dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan pada tahun 2014 yang kini beroperasi menggunakan anggaran dari program BLM.

Pengurus dana APM, jelas dia, mengelola kredit usaha untuk masyarakat berdasarkan akta notaris sesuai syarat dari pemerintah pusat. Mereka berada di setiap kecamatan dengan status UPK.

Dari catatan kejaksaan, DAPM di Kabupaten Lombok Timur beroperasi dengan menggunakan sisa anggaran PNPM Mandiri Perdesaan tahun 2009. Negara tercatat menggelontorkan dana hibah untuk Kabupaten Lombok Timur secara bertahap dengan total akhir pada tahun 2014 sebesar Rp1,5 miliar.

Isa mengatakan dana itu terus berkembang dari keuntungan setoran kredit usaha kelompok masyarakat. Untuk di Kecamatan Suela saja, kata dia, pengurus dana APM kini mengelola dana sedikitnya Rp4 miliar.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa kejaksaan sudah mendapatkan keterangan yang menguatkan adanya PMH dari pengelolaan dana APM pada proses penyelidikan. Indikasi pidana tersebut berkaitan dengan setoran kredit yang tidak sampai ke UPK tingkat kecamatan.

Salah satu masalah yang muncul, jelas dia, uang setoran kredit usaha dari kelompok masyarakat yang sudah dititipkan melalui pendamping tidak sampai ke UPK.

Dugaan lain, berkaitan dengan pencairan kredit usaha fiktif. Potensi pidana tersebut muncul karena tidak ada jaminan yang harus diberikan penerima kredit kepada pengurus dana APM.

Dengan adanya indikasi demikian, kejaksaan mencatat adanya potensi kerugian negara sedikitnya Rp1 miliar. Nominal itu muncul untuk periode pengelolaan dana APM per tahun.