HKTI ingatkan pemerintah potensi penyalahgunaan kartu tani

id HKTI NTB

HKTI ingatkan pemerintah potensi penyalahgunaan kartu tani

Ketua Umum DPN HKTI Fadli Zon (1)

"Jangan sampai nanti kartu itu disalahgunakan, misalnya mau mendapatkan pupuk bersubsidi kemudian dijual lagi ke industri"
Mataram (Antara NTB) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Fadli Zon mengingatkan pemerintah terkait potensi penyalahgunaan kartu tani yang bisa digunakan untuk memperoleh pupuk bersubsidi.

"Jangan sampai nanti kartu itu disalahgunakan, misalnya mau mendapatkan pupuk bersubsidi kemudian dijual lagi ke industri, kan bisa saja terjadi seperti itu," katanya di Mataram, Kamis.

Fadli Zon berada di Mataram dalam rangka melantik pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HKTI Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2015-2020 di bawah kepemimpinan H Willgo Zainar SE MBA, Rabu malam (18/5).

Wakil Ketua DPR RI dari Partai Gerindra itu juga melantik pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Pemuda Tani Indonesia Provinsi NTB periode 2015-2020.

Menurut Fadli Zon, rencana pemerintah memberikan kartu tani kepada para petani sebagai alat memperoleh pupuk bersubsidi masuk akal, tetapi alangkah baiknya pemerintah berkonsentrasi dulu pada perbaikan data.

"Kita ini harus punya `single identity number` yang kemarin dirintis mulai dari e-KTP, selesaikan dulu e-KTP. Jadi nanti orang itu betul semua datanya ada di situ yang pendapatannya tinggi, rendah, menengah, mana yang petani dan bukan petani," ujarnya.

Di sisi lain, kata dia, proses pendataan kepada yang berhak menerima kartu tani juga tidak mudah. Oleh sebab itu, pemerintah harus memperbaiki dulu datanya.

"Jadi sebaiknya harus ada standar dari pemerintah, kartu itu secara teknis, tapi pada prinsipnya didata dulu siapa yang paling berhak karena pendataaan menentukan kebijakan dan juga orientasi teknis lainnya," ucap Fadli Zon.

Ia juga menilai pola penyaluran pupuk bersubsidi saat ini masih belum jelas meskipun sudah memakai sistem rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Sebab, banyak pemberitaan penyelewengan terhadap pupuk bersubsidi.

Selain itu, ada golongan petani yang tidak terakomodasi dalam RDKK karena mereka tidak masuk dalam kelompok tani yang menjadi syarat sebagai penerima pupuk bersubsidi.

Untuk itu, kata Fadli, pemerintah perlu melibatkan organisasi petani, salah satunya HKTI yang juga mengetahui siapa-siapa yang berhak menerima pupuk bersubsidi.

"Pemerintah juga harus transparan siapa yang berhak menerima, kalau perlu dipublis di `website` siapa yang sebetulnya mendapatkan karena kita tahu terlalu banyak berita penyelewengan terhadap pupuk bersubsidi," katanya. (*)